Keluarga Ima, panggilan Imamatul Maisaroh, tinggal di Dusun Krajan, Desa Kanigoro, Kecamatan Pagelaran, Kabupaten Malang. Rumah mereka terlihat lebih besar dibanding tetangga, tapi tidak terlalu megah. Rumah itu hanya ditempati orangtua Ima, Turiyo dan Alimah.
Ima merupakan anak pertama. Dua adiknya sudah berkeluarga dan tinggal di rumah sendiri.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Lho, saya malah tidak tahu. Bilangnya kerja kantoran," kata Turiyo yang berprofesi sebagai petani ini.
![]() |
Ima merantau sebelum lulus SMA pada tahun 1997. Ia berencana pergi ke Hong Kong, tapi akhirnya ke AS karena tergiur gaji tinggi sebagai pembantu. Alih-alih mendapatkan gaji, Ima malah disiksa dan disekap oleh majikan.
Setelah 3 tahun hidup dalam penderitaan, Ima lolos setelah menulis surat ke asisten rumah tangga di dekat rumah majikan. Ia dibawa ke kantor Coalition Abolish Slavery dan Trafficking (CAST) Los Angeles. Di sini lah, ia ditempa dan menjadi aktivis anti perdagangan manusia.
Turiyo tahu soal kisah kelam Ima, tapi tidak terlalu detail. "Ditolong orang dan diajak bekerja sampai hari ini," jelas Turiyo.
Ima menjadi koordinator survivor di Coalition to Abolish Slavery and Trafficking (CAST) sejak November 2015. Selanjutnya, Desember 2015, ia diangkat menjadi penasihat di Gedung Putih terkait perbudakan dan perdagangan manusia.
Sejak merantau, Ima baru 3 kali pulang ke Indonesia. Komunikasi via telepon kadang dilakukan. Meski tidak tahu banyak apa yang dikerjakan Ima dan kewarganegaraan anaknya sudah berganti, Turiyo mengaku bangga.
"Sebagai orangtua, saya ikut bangga," jelas Turiyo.
(trw/mad)