Pengacara RS Elisabeth, Azas Tigor Nainggolan, justru menyambut baik laporan tersebut. Menurutnya, memang sebaiknya ditempuh jalur hukum daripada para korban main hakim sendiri.
"Langkah yang cerdas untuk melalui jalur hukum. Kami menyambut baik itu. Daripada melalui jalur-jalur kekerasan. Karena kami mengedepankan langkah hukum," kata Tigor saat dikonfirmasi, Sabtu (23/7/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tigor menyatakan, pihaknya akan dengan senang hati memberikan keterangan jika memang diperlukan. Namun ia juga masih mempertanyakan orang tua yang mana yang melapor ke Polda Metro tersebut.
"Saya senang kalau dimintai keterangan. Tapi ini orang tua yang mana, pasien Elisabeth kan banyak. Ini benar tidak yang terdata di Posko," ujar Tigor.
Posko yang dimaksud adalah posko yang dibuka RS Elisabeth sejak hari Minggu (17/7) lalu untuk mendata pasien vaksin palsu.
Pengacara orang tua korban yang melapor ke Polda Metro, Hudson Hutapea, mengatakan kejahatan yang sudah dilakukan pihak rumah sakit terkait vaksin palsu adalah kejahatan luar biasa serta ada konspirasi di dalamnya.
"Kita ingin kasus ini terang benderang. Ini kejahatan luar biasa. Harus ada yang ditersangkakan. Pengakuan direktur RS, dia mengubah vaksin palsu sejak November 2015 dan meliris sekitar 150 korban. Harusnya sudah cukup dibawa ke tahapan penyidikan," kata Hudson seusai membuat laporan di Polda Metro Jaya, Sabtu (23/7).
"Direktur RS juga mengatakan awalnya kurang teliti dan tidak tahu. Masa tidak tahu, ini kan distributor tidak resmi. Mereka kan bukan RS abal-abal, mereka kan punya izin. Mereka harusnya verifikasi dulu. Kami percaya Bareskrim (Polri) dan Polda bisa mengungkap kasus ini," lanjutnya.
Dirut RS Elisabeth dianggap melanggar pasal 196 dan pasal 197 UU RI No. 36 tentang kesehatan dan pasal 62 ayat 1 jo pasal 8 ayat 1 huruf A UU No. 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen.
![]() |