"Ibu sudah datang, belum?" kata-kata itu yang terlontar seketika kala mentari hendak tenggelam di Bentara Budaya, Palmerah, Jakarta Barat, Kamis (21/7/2016).
Untuk yang baru kenal dengan Omay, pasti mengira sosok ibu yang dicarinya adalah orang tua kandung yang sarat kasih sayang. Rupanya Ibu yang dimaksud adalah Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seorang pendamping anak-anak asuhan UPTD Kalijudan, Jamil Riyadi, lalu menuturkan bahwa Omay mulai diasuh sekira tahun 2010. Saat itu Risma melihat perangai Omay yang ceria.
"Dulu Omay kurus, tapi sekarang sudah doyan makan jadi gemuk," kata Jamil.
Pemkot Surabaya tak hanya memiliki UPTD Kalijudan yang menampung anak-anak berkebutuhan khusus, tetapi juga ada UPTD Kampung Anak Negeri Wonorejo yang mengasuh anak-anak jalanan. Total ada 28 anak laki-laki dan 16 anak perempuan di sana.
Jamil juga bercerita tentang keseharian mereka di tempat itu. Tak mudah untuk membuat mereka mandiri, setidaknya sekadar untuk mandi sendiri.
"Jadi ya kita contoni (memberi contoh, -red), misal ngajari mandi ya kita mandi dilihat mereka. Bukan sekali dua kali, tapi beberapa kali sampai akhirnya mereka ikuti dan bisa mandi sendiri," kata Jamil.
Selain Omay yang down syndrome, ada pula kawan-kawan dia lainnya yang tunagrahita sampai tunarungu. Mereka hidup bersama sehari-hari berbagi tawa.
Sembari Jamil bercerita, Omay yang duduk di depannya lalu menoleh lagi dan bertanya ke mana Ibu. "Kamu tadi ke sini ndak sama Ibu, ta?" tanya Omay dengan dialek Surabaya kepada detikcom.
"Tidak, Omay. Kamu kangen ta ambek Bu Risma? (Kamu rindu dengan Bu Risma?)," tanya detikcom kemudian.
Omay tak menjawab dengan kata-kata. Bola matanya lalu ke bawah, lalu menunduk sebentar sebelum mengangguk pelan dua kali.
Omay dan 9 kawannya ke Jakarta dalam rangka pameran lukisan bertajuk 'Ciluuuuk Baaa'. Ya, meski mereka punya kekurangan, bukan berarti tak bisa berkarya. Bahkan Omay pun punya dua lukisan di kanvas besar guratan tangannya sendiri.
![]() |
Tak sabar dia menanti Ibu datang untuk membuka acara. Risma bersama Pemkot Surabaya memang berniat menunjukkan bahwa setiap orang, setiap anak bagaimana pun keadaannya punya karya. Sehingga mereka pun membuatkan pameran tak hanya di Surabaya.
Selepas magrib, Omay masih duduk manis menanti di ruangan pameran. Sambil meneguk teh manis kemasan bareng teman-teman, akhirnya di pukul 18.25 WIB panitia memanggil.
"Ayo Omay, Neneng, Babil, Pina, Siti, semuanya dipanggil Ibu di ruang sebelah. Ibu sudah datang," kata panitia itu.
Sudah bisa ditebak, Omay yang berdiri dan lari duluan ke sana. Jamil juga sempat bercerita kalau Omay adalah pelari cepat dan pandai menabuh drum. "Njoget yo iso (menari juga bisa)," ucap Jamil.
![]() |
Risma tampak mengenakan baju terusan merah muda menyambut anak-anak itu. Senyum merekah di wajah Risma ketika anak-anak itu menyalaminya.
"Sudah ke mana saja tadi? Pak Pomo (Kadinsos Surabaya Supomo), tadi anak-anak diajak ke mana?" tutur Risma.
"Ke Monas saja, Bu, jalan-jalan sebentar," jawab Supomo.
Risma lalu duduk di meja bundar bersama dengan pengelola Bentara Budaya dan panitia lainnya. Sementara anak-anak itu di meja lainnya.
Tepat pukul 18.30 WIB sesuai dengan jadwal, acara pun dimulai. Risma, anak-anak, dan lainnya langsung ke ruang pameran.
Memang, tak terlalu banyak pengunjung yang datang. Tapi hampir tak ada bangku kosong di ruangan itu.
Acara diawali dengan penampilan tari Remo asal Surabaya dari Siti, anak penyandang tunagrahita. Selanjutnya sambutan-sambutan yang diakhiri Risma sekaligus membuka acara.
Setelah acara dibuka, Risma pun berkeliling lukisan satu per satu. Omay langsung menunggu di lukisannya yang berjudul 'Tumbuh'.
Tibalah akhirnya Risma menuju lukisan Omay. Senyum sumringah Omay menyiratkan dirinya tak sabar menanti Risma.
"Mana ini lukisannya Omay ya? Gambar apa, Nak?" tanya Risma.
"Ini," jawab singkat Omay yang selebihnya adalah terkekeh girang.
![]() |
"Iki opo loh? Itu yang di situ ada Omay-nya ya?" kata Risma sambil menunjuk gambar orang bersembunyi di kiri bawah lukisan itu.
Omay hanya menjawab dengan anggukan. "Itu ceritanya Omay ngapain di situ? Lha kalo yang itu?" tanya Risma lagi menunjuk gambar serangga di tengah.
"Tawon," jawab Omay. "Loh, nanti Omay dientub lho," tandas Risma kemudian.
"Endak, ini," jawab Omay menunjuk bunga besar. "Oh, tawonnya mau ke bunga ya?" kata Risma menginterpretasi maksud Omay, "ini bunga apa, Nak?" lanjut Risma.
"Terate," jawab Omay tersenyum. Bunga teratai yang digambarkan Omay bertangkai panjang menjulang sampai langit.
Waktu berlalu menemani Risma dan semua yang ada di ruang itu berkeliling sekitar 30 lukisan. Hingga akhirnya pukul 19.50 WIB Risma harus bergegas ke bandara untuk menuju Pekanbaru, Riau.
"Aku harus pamitan dulu sama Omay. Mana Omay? Kalau enggak dipamiti mesti nangis nanti, nyariin," kata Risma yang sebetulnya sudah di dekat pintu keluar.
Rupanya Omay masih berdiri dekat lukisannya. Dia memang menunggu Risma.
![]() |
"Omay, Ibu pergi dulu ya, Nak," tutur Risma.
Omay lalu perlahan mundur ke tembok, tangannya mulanya di belakang dan perlahan menutup matanya dan menunduk.
"Loh ojo nangis, kan besok ketemu lagi," imbuh Risma dan mendekati Omay.
Tangan kanan Risma diraih Omay. Dia pun mencium tangan Risma layaknya ibu dan anak.
Agak lama memang Omay mencium tangan Risma, terlebih kedua tangannya masih menggenggam tangan Wali Kota Surabaya perempuan pertama itu. Kemudian tangan Risma diusap-usapkan ke wajahnya, Risma pun mendekapnya.
"Uwis yo, Ibu mau kerja dulu," tutur Risma perlahan meninggalkan Omay.
Anak laki-laki yang mungkin usia sebenarnya sudah remaja itu menatapi Risma sampai keluar pintu. Tak lama kemudian pendamping dan panitia lainnya menghibur Omay.
"Dia memang begitu. Kalau ditinggal Bu Risma mesti nangis. Tidak tahu kenapa, mungkin karena rindu sosok Ibu," ujar Jamil.
(bag/hri)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini