"Dari ketiga (kandungan) ini kita sudah kaji secara ilmiah dan jangan dipolemikkan lagi," ujar Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Aman Bhakti Pulungan dalam diskusi penanganan vaksin palsu di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (21/7/2016).
Aman menjelaskan kandungan vaksin palsu ini terdiri dari tiga, pertama yakni NACL 0,9%. Kandungan ini adalah cairan infus atau cairan pembersih yang biasa digunakan untuk membersihakn tubuh bayi. Kedua, vaksin hepatitis juga terkandung dalam cairan itu. Ketiga, ada kandungan antigen yang sudah lemah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Peredaran vaksin palsu tak hanya membuat resah dokter dan masyarakat, namun hal ini merupakan kondisi 'emergency'. Salah satu gejalanya yakni keresahan sosial di masyarakat dan kekhawatiran akan produk medis, khususnya vaksin.
"Kita melihat ini suatu emergency crisis, kita atau kami semua dokter harus melihat dua emergency, emergency sosial dan emergency medical, emergency medical disini ada potensi yang terjadi. Jadi kita melihat selalu ada potensi emergency medical tetapi tolong beri kita kesempatan atasi ini," bebernya.
Aman menjelaskan bahaya vaksin palsu pada anak-anak adalah hilangnya kekebalan tubuh. Jika hal ini dibiarkan terus, dapat menimbulkan wabah penyakit.
"Tetapi apa potensi emergency-nya? Anak-anak yang dapat vaksinasi atau imunisasi palsu berpotensi tidak dapat imunitas. Jadi tidak mempunyai antibodi vaksin palsu. Kalau ini kita jumlah sekarang kita data, ada potensi kemungkinan bisa wabah dan lain-lain. Jadi dari media seluruh ini minta kita dukung dilakukan imunisasi ulang, jangan buat polemik," pungkasnya.
(edo/dnu)











































