Hal tersebut disampaikan ketua KPAI Asrorun Niam di kantor KPAI, Jalan Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (21/7/2016). Pada kesempatan itu KPAI menerima pengaduan dari perwakilan orang tua anak korban vaksin palsu di Rumah Sakit Harapan Bunda, Jakarta Timur.
Dalam pertemuan ini hadir pula Wakil Ketua KPAI Susanto, Kepala Divisi Sosialisasi KPAI Erlinda dan para komisioner KPAI lainnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau di situ ada pemalsuan terlebih mengancam kehidupan anak, maka itu penistaan terhadap hak-hak dasar anak," imbuhnya.
Asrorun menjelaskan, setelah menerima keluhan para orang tua korban pihaknya akan segera bergerak. KPAI akan menyurati RS Harapan Bunda dan melakukan pendampingan hukum terhadap para pihak yang menjadi korban vaksin palsu ini.
"Langkah yang dilakukan KPAI secara langsung tadi saya instruksikan kepada komisioner bidang kesehatan sebagai mediator," jelas Asrorun.
KPAI juga akan meminta Kemenkes melakukan upaya-upaya untuk menjawab kekhawatiran para orang tua korban. "Kita juga minta Kemenkes untuk cek lab terkait dengan komponen yang membentuk dari vaksin palsu termasuk dampak yang ditimbulkan," jelas Asrorun.
Asrorun mengaku sudah menerima sejumlah aduan kasus vaksin palsu selain dari korban di RS Harapan Bunda. Dia berjanji pihaknya akan terus memonitor kasus ini hingga tuntas.
"Di rumah sakit Harapan Bunda saja ada 700 orang, belum rumah sakit yang lain. Saya kira ini momentum untuk melakukan pembenahan khususnya regulasi tata edar dan produksi obat-obatan di Indonesia," katanya.
Hal senada juga disampaikan Wakil Ketua KPAI Susanto. "KPAI berpandangan bahwa, kita tidak hanya berhenti pada proses hukum pelaku atau yang terlibat terkait vaksin palsu. Namun kasus ini harus menjadi entry point pemajuan perlindungan anak," ujarnya.
(hri/hri)











































