Kapolri: Santoso 'Dipatahkan', Kelompok Teroris Mengalami Disorientasi

Akhir Perburuan Santoso

Kapolri: Santoso 'Dipatahkan', Kelompok Teroris Mengalami Disorientasi

Jafar G Bua - detikNews
Rabu, 20 Jul 2016 18:45 WIB
Kapolri: Santoso Dipatahkan, Kelompok Teroris Mengalami Disorientasi
Foto: M Iqbal
Jakarta - Satuan Tugas Tinombala gabungan Tentara Nasional Indonesia-Kepolisian RI berhasil mengakhiri pelarian Komandan Mujahidin Indonesia Timur (MIT) Santoso alias Abu Wardah. Santoso tewas dalam baku tembak dengan Satgas Tinombala pada Senin (18/7/2016) di sebuah hutan lebat di Pegunungan Biru, Tambarana, Kecamatan Poso Pesisir Utara, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah.

Kepala Kepolisian RI Jenderal Tito Karnavian mengatakan lumpuhnya Santoso tak lantas mengakhiri gerakan dan jaringan terorisme di Indonesia. Hanya saja tewasnya Santoso akan membuat kelompok teroris akan mengalami disorientasi.

Menurut Tito, di kelompoknya Santoso menjadi figur perlawanan. "Santoso ini menjadi figur resistance. Dengan dipatahkannya Santoso, bukan mengakhiri jaringan yang ada. Hanya sel-selnya akan mengalami disorientasi," kata dia kepada wartawan di Palu, Sulawesi Tengah, Rabu (20/7/2016). Tito bertandang ke Palu didampingi oleh Kepala BNPT Suhardi Alius dan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Awal keterlibatan Santoso dalam aksi terorisme adalah ketika awal tahun 2000-an dia direkrut oleh Jamaah Islamiyah Poso pimpinan Hasanuddin. Saat itu Panglima JI Poso adalah Haris.

Setelah Hasanuddin, Haris dan sejumlah pimpinan JI Poso berhasil dilumpuhkan, Santoso menjadi sosok yang ditokohkan. Domisili Santoso di Poso kian menjadikan dia sebagai figur utama.

Kelompok Jamaah Islamiyah menjadikan Poso sebagai basis teritorial yang aman atau Qoidah Aminah. Ada sejumlah alasan, seperti Poso jauh dari Jakarta sebagai pusat pemerintahan sehingga sulit dipantau. Alasan lainnya, masyarakat Poso yang baru selesai dilanda konflik juga dianggap mudah dipengaruhi dan kondisi geografis berupa pegunungan yang ideal sebagai tempat gerilya.

"Jadi nilai strategis dipatahkannya Santoso ini, figur hilang, kelompok mereka mengalami disorientasi dan qoidah aminah ini gagal," kata Tito. (erd/nrl)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads