Eks Terpidana Korupsi Nyagub Terganjal UU, Abdullah Puteh Gugat ke MK

Eks Terpidana Korupsi Nyagub Terganjal UU, Abdullah Puteh Gugat ke MK

Jabbar Ramdhani - detikNews
Rabu, 20 Jul 2016 12:29 WIB
Sidang MK (ari/detikcom)
Jakarta - Masih ingat Abdullah Puteh? Saat menjadi Gubernur Aceh, ia korupsi pembelian 2 buah helikopter senilai Rp 12,5 miliar sehingga dihukum 10 tahun penjara. Bagaimana nasibnya sekarang?

Puteh dihukum 10 tahun penjara dan dijebloskan ke penjara sejak 2004. Tapi Puteh hanya menjalani 5 tahun penjara dan keluar pada November 2009 dari yang seharusnya keluar pada 2014.

Sekeluarnya dari penjara, Puteh ancang-ancang ikut bursa calon Gubernur Aceh kembali. Tapi niatnya terhalang oleh UU Aceh sehingga ia menggugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Abdullah Puteh melalui kuasa hukumnya, Supriyadi Adi mengajukan uji materi atas pasal 67 ayat (2) huruf g UU Pemerintahan Aceh.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ada yang tidak sinkron. Pasal 67 ayat (2) huruf g ini tidak sinkron dengan UU Nomor 8/2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota," ujar Supriyadi di Mahkamah Konstitusi, Jl. Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Rabu (20/7/2016).

Supriyadi menyatakan di dalam UU Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota sudah tidak mensyaratkan tentang larangan bagi mantan narapidana dalam perkara yang ancaman hukumannya lebih dari lima tahun. Sementara dalam pasal 67 ayat (2) huruf g UU Aceh, calon kepala daerah tidak boleh melakukan kejahatan yang diancam hukuman penjara minimal 5 tahun. Sebagimana lengkapnya berbunyi:

Calon gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

g. Tidak pernah dijatuhi pidana penjara karena melakukan kejahatan yang diancam dengan hukuman penjara minimal 5 (lima) tahun berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, kecuali tindak pidana makar atau politik yang telah mendapat amnesti/rehabilitasi.

Puteh pun keberatan dengan UU Pemerintahan Aceh itu.

Pada persidangan pendahuluan itu, majelis hakim yang terdiri dari Aswanto, Patrialis Akbar dan I Dewa Gede Palguna meminta pemohon untuk memperbaiki argumen (materi).

"Karena ada permohonan percepatan, dalam hukum acara tidak dikenal percepatan, tapi argumen saudara harusnya dipertajam di legal standing," ujar Awanto.

Majelis hakim kemudian memberikan waktu hingga 2 Agustus 2016 kepada pemohon untuk memperbaiki. (asp/asp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads