Soal Vaksin Palsu, Dede Yusuf: Pejabat Sebelumnya Bisa Terlibat dan Kena Sanksi

Soal Vaksin Palsu, Dede Yusuf: Pejabat Sebelumnya Bisa Terlibat dan Kena Sanksi

Elza Astari Retaduari - detikNews
Senin, 18 Jul 2016 19:22 WIB
Foto: Ilustrator Zaki Alfarabi
Jakarta - Kasus vaksin palsu sudah terjadi sejak sebelum era Menkes Nila Moeloek. Menurut Ketua Komisi IX DPR, Dede Yusuf, pejabat-pejabat terkait sebelumnya bisa saja terlibat, termasuk dari BPOM.

"Kita mau buat panja atau pansusnya nanti. Apabila nanti, ternyata pelaksanaan, penerapannya, atau sanksinya tidak tegas. Tolong dicatat, sanksi ini bukan untuk fasilitas kesehatan, dokter, bidan, bahkan pejabat sebelumnya yang membiarkan itu terjadi," ujar Dede di Gedung DPR, Senayan, Jakpus, Senin (18/7/2016).

Panja atau Pansus Komisi IX menurut Dede akan menulusuri hingga seakar-akarnya. Sebab tidak menutup kemungkinan menkes di era sebelum Presiden Jokowi juga terlibat, meski mungkin dari segi kelalaian pengawasan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Bisa jadi. Tapi kalau lihat sebelum 2014, fungsi pengawasan ada di BPOM. Di 2014, dikeluarkan permenkes 85, 35, dan 30 yang menarik itu kembali ke kemenkes. Kita harus lihat kalau sebelum 2014 siapa yang lakukan fungsi pengawasan siapa. Kalau tidak dilakukan tentu kita telusuri," beber Dede.

"Ini akan kita telusuri. Karena ini sudah berlangsung lama. Bagaimana pejabat yang lalu melakukannya. Supaya berimbang. Jadi yang disalahkan bukan pelaku saja tapi kenapa pemerintah lalai menjalankan fungsi pengawasan," imbuh politisi Demokrat itu.

Saat ini yang paling penting disebut Dede adalah meredam situasi dengan memberikan sanksi tegas bagi oknum yang tidak bertanggung jawab. Soal sanksi terhadap pejabat sebelumnya yang lalai, itu masih perlu ditelusuri lebih dalam lagi.

"Nanti ditelusuri, apakah dia mengetahui apa tidak. Saat ini masih berasumsi. Bisa saja dia tidak tahu tapi tidak ada fungsi pengawasan sehingga ini terjadi terus menerus. Itu bisa saja dilihat," jelasnya.

Terkait pejabat saat ini, Dede juga belum bisa menarik kesimpulan. Soal adanya wacana pergantian pimpinan lembaga yang bertanggung jawab dalam kasus vaksin palsu, menurutnya itu adalah domain presiden.

"Kalau sanksi pada dasarnya dikembalikan ke aturan yang berlaku. Biasanya pejabat itu memahami kalau dia salah, lalai, dia mengubdurkan diri. Tapi kalau tidak, kita serahkan ke presiden sebagai pemimpin pelkasana eksekutif," ucap Dede.

"Siapapun boleh mengusulkan, mau dicopot menteri, kepala BPOM-nya itu boleh saja diusulkan. Kalau kita melihat kinerja lembaga tersebut," tambah dia.

Soal goal dari panja atau pansus vaksin palsu, bisa saja tidak hanya sekedar rekomendasi dari segi teknis. Namun juga hingga pencopotan dan masalah sanksi pidana.

"Kalau pansus bisa sampai kepada status hukum merekomendasikan ini, dicopotlah atau sanksi hukuman pidana. Kami ingin telususri dulu sampai mana indistri obat palsu atau semi, oplosan merebak lalu kemudian langkah apa yang harus dilakukan pemerintah," tutup Dede. (ear/rvk)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads