"Bisa panja, bisa juga pansus. Kita akan bicarakan secara internal, hari ini," ungkap anggota Komisi IX DPR Irma Suryani di Gedung DPR, Kompleks Senayan, Jakarta, Senin (18/7/2016).
Jika panja, maka pembahasan kasus vaksin palsu hanya melibatkan Komisi IX dan mitra kerjanya. Namun jika pansus, maka melibatkan komisi lain di DPR.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau sekarang kan di Kemenkes, nah kalau oknum yang terlibat Kemenkes, masa Kemenkes mau menindak sendiri. Makanya harus dikembalikan ke BPOM," jelas Irma.
"Jadi jangan jeruk makan jeruk. Obat-obatan banyak yang palsu, banyak juga apotek yang menjual obat-obatan tanpa resep. Jadi cabut dulu Permenkes nomor 30, 35, 58, dan nomor 2," imbuh politisi NasDem itu.
Dalam rapat kerja dengan Menkes Nila Moeloek, Kamis (14/7), Komisi IX mendesak Kementerian Kesehatan RI untuk merevisi Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas, Permenkes Nomor 35 tahun 2014 tentang standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, Permenkes Nomor 58 Tahun 2014 tentang standar Pelayanan Kefarmasian di rumah sakit, dan Permenkes Nomor 2 tahun 2016 tentang penyelenggaraan mutu obat pada instalasi farmasi Pemerintah.
Kemenkes diberi jangka waktu 15 hari kerja dengan melibatkan Badan POM RI dan berkonsultasi dengan Komisi IX RI.
"Masalah vaksin palsu ini sebenarnya credit point lho, di periode beliau (Menkes Nila) terbuka karena kasusnya sudah dari tahun 2003. Artinya ada beberapa menteri sebelumnya kecolongan," kata Irma.
"Beliau harus selesaikan kasus ini dengan segera dan investigasi melibatkan Bareskrim untuk penyelesaikan vaksin. Jangan jeruk makan jeruk atau ada keengganan menindak orang-orang di Kemenkes (jika ada yang terlibat)," sambungnya.
Siang ini, Komisi IX tengah menggelar rapat kerja bersama BPOM. Namun rapat digelar secara tertutup karena membahas soal anggaran. (ear/tor)











































