"Lapas di Indonesia butuh revolusi. Lapas itu bukan tempat untuk pemasyarakatan tapi untuk merusak orang. Overload, daya tampung cuma 500 orang. Yang ada bisa sampai 2.000 atau 1.500 orang," ujar Fahri di Gedung DPR, Senayan, Jakpus, Senin (18/7/2016).
Pelaku kejahatan yang sudah diadili dan direhabilitasi di lapas maupun rutan menurutnya sudah tidak diperlakukan sebagai manusia. Sehingga Fahri menyarankan agar ada pembenahan dalam konsep 'pemasyarakatan' itu sendiri.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Konsep pemasyarakatan bukan penjara. Konsepnya menyediakan tempat yang tenang agar menjadi orang yang lebih baik. Makanya di luar namanya correction departement. Tempat untuk orang mengkoreksi diri. Di sini kan nggak," lanjut Fahri.
Tak heran, kata dia, jika lapas menjadi salah satu lokasi terjadinya kejahatan. Seperti peredaran narkotika, sogok-menyogok dengan petugas lapas, dan sebagainya.
"Makanya saya mikir, ya setoplah penjara orang. Makanya dulu saya termasuk yang dukung UU Grasi. Karena banyak orang dipenjara sebetulnya nggak layak dipenjara," beber dia.
Fahri mengusulkan pelaku kejahatan lebih baik tidak perlu dipenjara. Namun dengan membayar kompensasi kejahatannya dengan uang.
"Penjara konsep lama, lalu ada pemasyarakatan konsep baru. Ada konsep yang lebih baru lagi, orang-orang nggak perlu ditahan. Suruh kompensasi aja dengan membayar daripada kita biarin lapas kita jadi tempat yang memproduksi kejahatan lanjutan. Saya terakhir ke lapas perempuan. Orang jadi kacau di situ. Itu ancaman. Lapas bisa jadi tempat tidak baik bagi orang," jelasnya.
Agar tidak terjadi lagi narapidana kabur, Fahri mengatakan perlu dilakukannya normalisasi dari lembaga pemasyarakatan. Pemerintah pun diminta untuk melakukan terobosan dalam mengatasi permasalahan ini.
"Kalau nggak punya tempat, jangan masukin orang ke lapas. Kita ini ada dendam. Orang kalau salah ingin kita bikin jera. Akhirnya lihat orang susah di penjara kayaknya seneng. Padahal itu bahaya, mulainya dendam baru," tutur Fahri.
Sebelumnya Karutan Salemba Satrio Waluyo menyebut kaburnya Anwar dikarenakan kurangnya personel untuk mengawasi. Rutan Salemba pun telah meminta penambahan personel untuk mengantisipasi kejadian serupa.
"Jelas kurang. Karena pada saat pengawasan Anwar berganti baju saja itu 10 orang dengan pengunjung 3.600 orang," kata Satrio, Minggu (17/7). (ear/asp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini