"Kami kira pengusutan harus segera dilakukan secara terang menderang. Jangan ada yang ditutup-tutupi. Ini sudah zaman keterbukaan," kata Osmantri Abeng Coordinator Wildlife Crime Team (WCT) WWF Indonesia Sumatera Tengah dalam perbincangan dengan detikcom, Sabtu (16/7/2016).
Menurut Abeng, pihak Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumbar, harus segera menurunkan tim penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) untuk menguak misteri kematian dua anak harimau itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bila kematian dua anak harimau karena faktor alam, lanjut Abeng, hal itu tidak menjadi persoalan. Akan tetapi bila kematiannya karena faktor kelalian pihak pengelola, hal ini harus ada sanksi yang diberikan.
"Kita mendorong pemerintah untuk terbuka dalam pengusutan ini. Sebab, dengan adanya pengusutan yang transparan tidak ada nantinya yang harus saling salah menyalahkan dan tidak ada saling curiga," kata Abeng.
Terlepas apapun nanti hasil penyidikan pemerintah, lanjut Abeng, pihaknya turut prihatin atas kematian dua anak harimau Sumatera. Terlebih lagi, sangat langka peristiwa penangkaran harimau berhasil membuahkan anaknya.
"Kita turut prihatin atas kematian itu di tengah ancaman kepunahan harimau sumatera baik dari segi habitat juga konflik dengan masyarakat," kata Abeng.
Sebagaimana diketahui, dua anak harimau ini lahir pada Januari 2016 lalu. Dua anak harimau ini lahir dari induknya harimau asal Jambi yang dititipkan BKSDA ke kebun binatang Buktittinggi dalam rangka penangkaran.
Berbagai isu bermunculan terkait kematian dua anak harimau itu. Dari dugaan mati karena faktor alami, hingga kelalaian pihak pengelola. Kedua anak harimau ini mati didugaan saat lebaran pertama.
(cha/dra)











































