Pengumuman Nila disampaikan dalam rapat dengan Komisi IX, Kamis (14/7), meski DPR sudah meminta Kemenkes membuka nama-nama rumah sakit pengguna vaksin palsu sejak kasus ini pertama mencuat. Namun Menkes baru bisa membuka data setelah mendapat izin dari Bareskrim yang tengah melakukan penyelidikan kasus tersebut. Selain 14 rumah sakit, ada 8 bidan atau fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) lainnya.
"14 nama RS ini sudah dikonfirmasi sudah melakukan penyebaran vaksin palsu. Terlibat secara benar," ungkap Dede saat berbincang dengan detikcom, Kamis (14/7/2016) malam.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini temuan BPOM yang ketika dikonfirmasi Bareskrim, 14 sudah terkonfirmasi. Yang lain belum, masih proses penyelidikan," jelas Dede.
Meski begitu, DPR meminta agar masyarakat tidak perlu panik. Dede kembali mengingatkan bahwa vaksin palsu tidak berbahaya terhadap anak dan bagi mereka korban vaksin palsu, bisa mendapat vaksi ulang.
"Masyarakat tidak perlu panik, vaksin palsu tidak bahaya terhadap anak. Yang perku dilakukan adalah vaksin ulang. Vaksin ulang hanya anak yang mendapat vaksin di 14 RS dan 8 Fasyankes itu," tegas politisi Demokrat itu.
Kemenkes sudah menyatakan akan melakukan pendataan terhadap anak-anak yang diberikan imunisasi. Nantinya Kemenkes akan melacak dari vaksin-vaksin yang diterima anak, mana jenis vaksin palsu yang didapat sang anak.
"Tapi kalau sudah 7 tahun tidak perlu, artinya anak sudah kebal dari penyakit. Jenis vaksin yang diduga dipalsukan yang untuk anak di bawah 7 tahun. Karena vaksin itu untuk penyakit yang akan menyerang anak sebelum umur 7 tahun," ucap Dede.
Ketua Komisi IX DPR Dede Yusuf. Foto: Lamhot Aritonang/detikcom |
Menurut Dede, vaksin palsu memang ditemukan di rumah sakit-rumah sakit swasta dengan jenis vaksin impor. Beberapa vaksin impor tersebut disebut sebenarnya tidak terlalu penting untuk diberikan kepada anak. Namun ada juga vaksin palsu untuk jenis vaksin wajib.
"Vaksin impor sebenernya nggak perlu, itu cuma diiming-imingi aja. Harganya bisa sejutaan ke atas. Ada yang buat hepatitis juga. Yang penting itu vaksin yang diberikan pemerintah. Yang banyak dipalsukan yang mahal-mahal. Prinsipnya yang divaksin ulang adalah vaksin dasar yang dibagikan oleh pemerintah. Seperti di Posyandu, puskesmas, dan rumah sakit, itu gratis. Vaksin wajib yang penting, yang sunah enggak terlalu," terang Dede.
DPR pun meminta polisi terus mengusut tuntas kasus vaksin palsu ini. Dede juga menyatakan Komisi IX akan terus mengawalnya.
"Kita meminta kasus diusut tuntas. Kami juga apresiasi satgas yang sudah bekerja dengan baik. Kami akan membuat Panja atau Pansus untuk mengawalnya. Artinya kami mengawasi terus satgas maupun proses-proses ini ya," tutup Dede. (elz/bag)












































Ketua Komisi IX DPR Dede Yusuf. Foto: Lamhot Aritonang/detikcom