14 RS Gunakan Vaksin Palsu, Ketua Komisi IX DPR Minta Warga Tak Panik

Kasus Vaksin Palsu

14 RS Gunakan Vaksin Palsu, Ketua Komisi IX DPR Minta Warga Tak Panik

Elza Astari Retaduari - detikNews
Jumat, 15 Jul 2016 10:01 WIB
Warga mendatangi rumah sakit meminta penjelasan. Foto: Herianto Batubara/detikcom
Jakarta - Menteri Kesehatan Nila F Moloek mengumumkan 14 rumah sakit pengguna vaksin palsu dan membuat banyak orang tua menggeruduk beberapa RS tersebut. Ketua Komisi IX DPR RI Dede Yusuf meminta agar masyarakat tidak panik terkait hal ini.

Pengumuman Nila disampaikan dalam rapat dengan Komisi IX, Kamis (14/7), meski DPR sudah meminta Kemenkes membuka nama-nama rumah sakit pengguna vaksin palsu sejak kasus ini pertama mencuat. Namun Menkes baru bisa membuka data setelah mendapat izin dari Bareskrim yang tengah melakukan penyelidikan kasus tersebut. Selain 14 rumah sakit, ada 8 bidan atau fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) lainnya.

"14 nama RS ini sudah dikonfirmasi sudah melakukan penyebaran vaksin palsu. Terlibat secara benar," ungkap Dede saat berbincang dengan detikcom, Kamis (14/7/2016) malam.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Dede, masih ada kemungkinan rumah sakit selain 14 nama itu yang menggunakan vaksin palsu. Dari penelusuran BPOM, vaksin palsu tersebar di 9 provinsi yang ada di Indonesia di rumah sakit dan fasilitas layanan kesehatan.

"Ini temuan BPOM yang ketika dikonfirmasi Bareskrim, 14 sudah terkonfirmasi. Yang lain belum, masih proses penyelidikan," jelas Dede.

Meski begitu, DPR meminta agar masyarakat tidak perlu panik. Dede kembali mengingatkan bahwa vaksin palsu tidak berbahaya terhadap anak dan bagi mereka korban vaksin palsu, bisa mendapat vaksi ulang.

"Masyarakat tidak perlu panik, vaksin palsu tidak bahaya terhadap anak. Yang perku dilakukan adalah vaksin ulang. Vaksin ulang hanya anak yang mendapat vaksin di 14 RS dan 8 Fasyankes itu," tegas politisi Demokrat itu.

Kemenkes sudah menyatakan akan melakukan pendataan terhadap anak-anak yang diberikan imunisasi. Nantinya Kemenkes akan melacak dari vaksin-vaksin yang diterima anak, mana jenis vaksin palsu yang didapat sang anak.

"Tapi kalau sudah 7 tahun tidak perlu, artinya anak sudah kebal dari penyakit. Jenis vaksin yang diduga dipalsukan yang untuk anak di bawah 7 tahun. Karena vaksin itu untuk penyakit yang akan menyerang anak sebelum umur 7 tahun," ucap Dede.

Ketua Komisi IX DPR Dede Yusuf. Foto: Lamhot Aritonang/detikcom
"Pendataan ini baru kita putuskan, kita minta Menkes melakukan pendataan ulang, kan ada tangan mereka yaitu Dinkes, bersama pihak rumah sakit dan fasyankes. Kan mereka ada database-nya," lanjut dia.

Menurut Dede, vaksin palsu memang ditemukan di rumah sakit-rumah sakit swasta dengan jenis vaksin impor. Beberapa vaksin impor tersebut disebut sebenarnya tidak terlalu penting untuk diberikan kepada anak. Namun ada juga vaksin palsu untuk jenis vaksin wajib.

"Vaksin impor sebenernya nggak perlu, itu cuma diiming-imingi aja. Harganya bisa sejutaan ke atas. Ada yang buat hepatitis juga. Yang penting itu vaksin yang diberikan pemerintah. Yang banyak dipalsukan yang mahal-mahal. Prinsipnya yang divaksin ulang adalah vaksin dasar yang dibagikan oleh pemerintah. Seperti di Posyandu, puskesmas, dan rumah sakit, itu gratis. Vaksin wajib yang penting, yang sunah enggak terlalu," terang Dede.

DPR pun meminta polisi terus mengusut tuntas kasus vaksin palsu ini. Dede juga menyatakan Komisi IX akan terus mengawalnya.

"Kita meminta kasus diusut tuntas. Kami juga apresiasi satgas yang sudah bekerja dengan baik. Kami akan membuat Panja atau Pansus untuk mengawalnya. Artinya kami mengawasi terus satgas maupun proses-proses ini ya," tutup Dede. (elz/bag)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads