Pemerintah Perketat Persyaratan Menjadi Pejabat Pembuat Akta Tanah

Pemerintah Perketat Persyaratan Menjadi Pejabat Pembuat Akta Tanah

Niken Widya Yunita - detikNews
Selasa, 12 Jul 2016 11:34 WIB
ilustrasi PPAT (Foto: Putri Akmal/detikcom)
Jakarta - Pemerintah memperketat persyaratan menjadi pejabat pembuat akta tanah (PPAT). Hal ini dilakukan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat atas pendaftaran tanah.

Dikutip dari situs Setkab, Selasa (12/7/2016), perketat persyaratan itu ditandatangani Presiden Jokowi pada 22 Juni 2016 melalui PP Nomor 24/2016 tentang Perubahan atas PP Nomor 37/1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah.

Dalam PP baru ini disebutkan syarat untuk menjadi PPAT adalah:

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

a. Warga Negara Indonesia;
b. Berusia paling rendah 22 tahun (sebelumnya 30 tahun);
c. Berkelakuan baik yang dinyatakan dengan surat keterangan yang dibuat oleh instansi kepolisian setempat;
d. Tidak pemah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih (sebelumnya tidak ada ketentuan 5 tahun);
e. Sehat jasmani rohani;
f. Berijazah sarjana hukum dan lulusan jenjang strata dua kenotariatan atau lulusan program pendidikan khusus PPAT yang diselenggarakan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan agraria/pertanahan (sebelumnya tidak ada ketentuan sarjana hukum dan lulus jenjang strata dua);
g. Lulus ujian yang diselenggarakan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agraria/pertanahan;
h. Telah menjalani magang atau nyata-nyata telah bekerja sebagai karyawan pada kantor PPAT paling sedikit 1 tahun, setelah lulus pendidikan kenotariatan (sebelumnya ketentuan ini tidak ada).

Menurut PP ini, PPAT dilarang merangkap jabatan atau profesi:
a. Advokat, konsultan atau penasihat hukum;
b. Pegawai negeri, pegawai badan usaha milik negara, pegawai badan usaha milik daerah, pegawai swasta;
c. Pejabat negara atau Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK);
d. Pimpinan pada sekolah, perguruan tinggi negeri, atau perguruan tinggi swasta;
e. Surveyor berlisensi;
f. Penilai tanah;
g. Mediator;
h. Jabatan lainnya yang dilarang oleh peraturan perundang-undangan.

PPAT berhenti menjabat sebagai PPAT karena:
a. Meninggal dunia;
b. Telah mencapai usia 65 tahun;
c. Diberhentikan oleh menteri sesuai ketentuan dalam PP ini.

Terkait batasan usia 65 tahun itu, menurut PP ini, dapat diperpanjang paling lama 2 tahun sampai dengan usia 67 tahun dengan mempertimbangkan kesehatan yang bersangkutan.

Pindah Tempat

PPAT yang merangkap jabatan sebagai notaris di kabupaten/kota selain pada tempat kedudukan sebagai PPAT, menurut PP ini, wajib mengajukan pindah tempat kedudukan PPAT pada tempat kedudukan notaris atau berhenti sebagai notaris pada tempat kedudukan yang berbeda tersebut.

Sementara pada PP sebelumnya disebutkan, PPAT yang berhenti menjabat sebagai PPAT karena diangkat dan mengangkat sumpah jabatan notaris di kabupaten/kotamadya daerah tingkat II yang lain daripada daerah kerjanya, dapat diangkat kembali menjadi PPAT dengan wilayah kerja kabupaten/kotamadya daerah tingkat II tempat kedudukannya sebagai notaris, apabila formasi PPAT untuk daerah kerja tersebut belum penuh.

PP ini juga menyebutkan, PPAT diberhentikan dengan hormat karena:

a. Permintaan sendiri;
b. Tidak lagi mampu menjalankan tugasnya karena keadaan kesehatan badan atau kesehatan jiwanya, setelah dinyatakan oleh tim pemeriksa kesehatan yang berwenang atas permintaan menteri/kepala atau pejabat yang ditunjuk;
c. Merangkap jabatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (2);
d. Dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
e. Berada di bawah pengampuan secara terus menerus lebih dari 3 (tiga) tahun.

Daerah kerja PPAT adalah satu wilayah provinsi (sebelumnya kantor pertanahan kabupaten/kotamadya). Selain itu PPAT mempunyai tempat kedudukan di kabupaten/kota di provinsi yang menjadi bagian dari daerah kerja.

Dalam hal PPAT akan berpindah alamat kantor yang masih dalam kabupaten/kota tempat kedudukan PPAT, wajib melaporkan kepada kepala kantor pertanahan kabupaten/kota tempat kedudukan PPAT.

Selain itu, PPAT wajib mempunyai hanya satu kantor, yaitu di tempat kedudukannya. PPAT yang merangkap jabatan sebagai notaris, harus berkantor yang sama dengan tempat kedudukan Notaris.

PP ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan Menkum HAM Yasonna H Laoly pada 27 Juni 2016.

(nwy/nrl)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads