"Tradisi ini sudah dilakukan sejak lama untuk menangkal pagebluk. Dulu ada masyarakat ini pagi sakit dan sorenya mati atau sebaliknya. Lama-lama ada orang kesurupan disuruh arak-arakan Barong tiap hari raya kedua dan sampai sekarang diuri-uri (dilestarikan) sama sesepuh," ujar tokoh adat Desa Using Kemiren, Serad di Banyuwangi, Kamis (7/7/2016).
Kesenian Barong yang menjadi ciri khas kesenian di Desa Adat Using Kemiren ditampilkan. Bahkan salah satu Barong tertua yang usianya ratusan tahun juga dimainkan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Kali ini tak hanya Barong ada pula penari-penari dan anak-anak kecil berkostum macan, ayam dan buto atau raksasa yang turut meramaikan arak-arakan.
Ratusan warga pun antusias mengikuti arak-arakan Barong, para penari dan kereta kencana mengelilingi rute sejauh 3 Km. Warga tampak menikmati perjalanan arak-arakan yang dimulai dari tempat penyimpanan Barong di rumah Pak Sapii kemudian berjalan menuju Sanggar Genjah Arum dan kembali lagi ke rumah Pak Sapii.
![]() |
Tak nampak lelah di wajah penari atau pun warga karena semua tampak bersuka cita. Sepanjang arak-arakan tokoh adat juga melemparkan uang logam yang dicampur dengan beras kuning, tanah dan bunga. Ada sembilan bokor yang diisi dengan rupa-rupa itu dan sebelum acara didoakan oleh tetua adat.
"Maknanya menabur kesuburan, beras kuning 'pitung tawar' untuk menetralisir sesuatu yang tidak bisa dilihat dengan mata. Uang itu simbol kemakmuran, anak-anak yang berebut ini kan cikal bakal manusia orang dewasa," ujar tokoh adat lainnya Adi Purwadi atau yang akrab disapa Kang Pur.
![]() |
Uang logam itu membuat anak-anak dan orang dewasa saling berebut dan antusias. Apalagi tahun ini tak tanggung-tanggung panitia menyediakan sebanyak Rp 7 juta dalam nominal Rp 500 dan Rp 100.
Seperti yang diceritakan oleh Ainul Yakin (10) dia mengaku senang dengan acara ini. "Lumayan sudah dapat Rp 15 ribu," ujarnya riang.
Ketika arak-arakan berakhir acara ditutup dengan makan bersama. Para warga kemudian menggelar tikar dan memenuhi jalan desa. Bekal berisi tumpeng dan lauk pecel pithik pun disantap bersama satu keluarga.
![]() |
"Acara ini dilaksanakan syawal hari kedua sekaligus untuk silaturahmi sesama masyarakat. Tumpeng itu maknanya biar mempeng (giat) bekerja dan Pecel pithik itu maknanya 'kang diucel-ucel supaya ketitik barang kang apik jadi dapetlah rejeki yang baik," tutur Kang Pur. (ams/fdn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini