Pembaca detikcom dalam surat elektronik ke redaksi@detik.com, Kamis (7/7/2016) memberikan sumbang saran. Ada yang setuju dengan sejumlah alasan dan ada juga yang menyatakan setuju asal dengan syarat tertentu.
"Kalau saya setuju guru menghukum murid yang melakukan kesalahan, soalnya anak zaman sekarang itu manja-manaj. Dihukum gurunya di sekolah pulang ke rumah lapor ayahnya, kemudian ayahnya tidak terima malah mendatangi gurunya, memaki-maki gurunya, melaporkan ke polisi kadang malah menghajarnya. Anak zaman dahulu kalau kena hukuman gurunya dan lapor ke ortu bukannya dibela malah tambah dimarahin ortu atau bahkan diberi hukuman lagi oleh ortu," kata Ade Panguncy yang memberi pendapat ke redaksi@detik.com.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ada juga pendapat lain, yakni dari Wahyu Hidayat Jati. Dia menilai saat ini sudah terjadi krisis akhlak, di mana orangtua memanjakan anak.
"Sehingga anak tidak tahu apa yang namanya (dalam bahasa Jawa unggah ungguh), makanya sekolah lah yang menjadi tempat pembelajaran mereka, baik ilmu pengetahuan, akhlak, mental. Sekejam kejamnya guru, mereka pendidik dan hanya untuk mendidik," jelas Wahyu dalam surat elektroniknya.
Kemudian ada pendapat dari Firdaus Firdian. Dia menilai hukuman guru ke murid adalah hal yang wajar dilakukan sebagaimana orang tua yang menghukum anaknya ketika anaknya tersebut berbuat salah. Akan tetapi hukuman tersebut harus sesuai/proporsional dengan kesalahannya.
"Misalnya jika seorang anak sering berkelahi di sekolah maka sangat tidak relevan jika anak tersebut cuma dicubit saja. Harusnya anak tersebut disuruh lari keliling lapangan dan dihukum menuliskan kesalahan yang telah dia lakukan di sebuah kertas yang selanjutnya akan diberikan kepada orang tuanya," ujar Firdaus dalam surat elektroniknya.
"Sebaliknya jika seorang anak berbuat gaduh atau ramai di dalam kelas hukuman dicubit sudah sangat cukup relevan untuk diterapkan. Intinya terapkan hukuman sesuai dengan kesalahannya. Jika tidak ada hukuman sama sekali untuk anak yang berbuat salah maka guru tidak ada wibawanya sama sekali dan murid tidak akan merasa berbuat salah jika tidak ada hukuman sama sekali untuk kesalahan yang dilakukannya. Bandingkan saja dengan generasi 80 & 90an. Mereka digembleng sedemikian rupa tapi hal ini malah membuat mental mereka terbentuk," ujar Firdaus lagi.
Tak jauh berbeda disampaikan Wijanarko. menurut dia, menjadi orang tua itu sangat berat, apalagi menjadi seorang guru. Guru harus menjadi pendidik dan pengajar bagi banyak anak-anak yang bukan anak kandungnya sendiri, yang harus menjadi teladan bagi banyak anak-anak yang bukan anak kandungnya sendiri.
Wijanarko juga mengungkapkan kedekatan hubungan guru ke murid, tidak sama dengan kedekatan hubungan orang tua ke anak karena tidak ada hubungan batin. Menjadi hal yang wajar dan lumrah jika guru memberikan hukuman kepada muridnya yang tidak disiplin, membuat onar dan berbagai perangai buruk dalam rangka mendidik, mengajar disiplin, menghukum dan menanamkan tertib aturan pada muridnya.
"Siapakah orang tua yang tidak pernah memarahi, membentak, mengancam dan memakai tindakan fisik pada anak-anaknya ketika mereka rewel, tidak menurut, membuat onar, nakal dan sebagainya?? Tidak ada menurut saya. Lantas mengapa mereka berlaku berlebihan ketika ada guru yang kita percayakan mendidik dan mengajar anak-anak kita, kita laporkan ke pihak berwajib padahal kita sendiri melakukan hal yang sama pada anak-anak kita??" jelas Wijanarko.
"Orang tua wajib melakukan pelaporan, penuntutan dan tindakan lain jika guru memberikan hukuman yang bisa jadi trauma mendalam pada anak, jika guru melakukan pelecehan baik verbal maupun fisik/seksual atau jika guru membiarkan hal-hal itu terjadi pada anak-anak kita sedangkan dia sendiri melihat kejadian tersebut. Melihat fenomena yang terjadi sekarang ini, saya termasuk orang tua yang pro pada surat perjanjian yg harus ditandatangani saat akan masuk sekolah. Tentu dengan klausul tambahan bahwa setiap hukuman yang diberikan oleh guru tidak boleh memberikan trauma pada anak," tutup dia. (dra/dra)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini