Surat perjanjian itu mengatur bila siswa lalai hukuman yang diberikan guru tak boleh dilaporkan ke polisi.
Lalu apa kata pembaca detikcom?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sedang pendapat berbeda datang dari Wahyudi, yang juga pegawai BUMN dari Kota Cirebon, menurutnya dikhawatirkan ada pendapat negatif bahwa menyakiti murid boleh dilakukan.
"Pendapat saya surat tersebu tidak perlu jika sekolah memiliki SOP tentang aturan yang baku menghadapi murid yang tidak bisa mengikuti tata tertib di sekolah. Misalkan ada tahapan coaching dan mentoring terhadap murid tersebut oleh guru BP (Bimbingan & Penyuluhan) dibuatkan dalam berita acara dan diketahui oleh orang tua murid," tutur Wahyudi dalam surat elektronik.
"Jika tuga kali murid tersebut dilakukan coaching dan mentoring tidak berubah atau ada perbaikan, maka pihak sekolah berhak mengeluarkan murid dari sekolah tersebut. Hal ini utk menghindari dampak negatif kepada murid bahwa dlm penerapan aturan maka "menyakiti secara fisik" diperbolehkan. Maka menurut saya surat perjanjian tersebut diganti dengan buku tata tertib sekolah yang menerangkan tata tertib di sekolah dan konsekuensinya jika melanggar. Tanggung jawab pendidikan karakter terhadap anak pada dasarnya terletak di orang tua, guru lebih dominan pada tanggung jawab akademis," jelas Wahyudi lagi.
Bagaimana menurut Anda? (dra/dra)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini