Ketua Komisi Dakwah MUI Pusat Cholil Nafis menuturkan pengalamannya pada Rabu (6/7). Cholil sudah bangun sejak pukul 03.00 untuk salat Subuh.
Usai salat subuh, masyarakat Indonesia akan bergerak ke Balai Indonesia di KBRI Tokyo. Di tempat ini baru terasa suasana lebaran karena penuh semarak oleh kerumunan Warga Negara Indonesia (WNI) yang bekerja di Jepang untuk menunaikan salat Id.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Aula balai Indonesia dan area lapangan yang luasnya sekitar dua ribu meter tak dapat menampung masayarakat yang hendak melaksanakan salat Idul Fitri. Terpaksa salat Id dilakukan dengan dua gelombang. Gelombang pertama, Salat Id dilakukan pada jam 07.00 dan gelombang kedua dilaksanakan pada jam 08.30. Suasana ramai sangat terasa karena banyak masyarakat Indonesia yang mengambil cuti untuk merayakan Idul Fitri secara bersama-sama di Balai Indonesia.
"Sebagai Khotib, saya berpesan kepada jamaah agar tradisi ibadah dan kebaikan saat di bulan Ramadan dapat dilanjutkan pada bulan-bulan berikutnya. Pada hari kemenangan nan fitri ini hendaklah menjadi titik awal untuk menjadi manusia sejati karena kita bagai terlahir kembali dengan watak asli manusia sejati. Menjaga keserasian hubungan vertikal dan horizontal adalah kunci keberhasilan hidup di mana berada, termasuk masyarakat diaspora yang berada di Jepang. Fitrah yang sejati manakala manusia mampu menyayangi sesama dengan tulus seraya bertauhid kepada Allah SWT," urai Cholil.
Seusai shalat dan khutbah gelombang pertama dilanjutkan dengan acara open house dan silaturrahim antar Keluarga Masyarakat Indonesia Indonesia (KMII) dan para diplomat yang sedang bertugas di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Tokyo.
Masyarakat yang berdatangan dari sekitar Tokyo dan beberapa provinsi di Jepang membuat suasana ramai dan penuh keakraban. Sekitar tiga ribuan masyarakat yang memadati wisma KBRI. Semuanya disambut oleh para diplomat yang sedang bertugas di Tokyo. Mereka bersenda gurau bagaikan orang yang sedang pulang ke kampung halamannya. Bahkan menu masakannya pun semua khas Indonesia. Seperti masakan opor, rendang, ketupat dan masakan khas lebaran di Indonesia lainnya semua disediakan.
Cholil mengungkapkan, ,asyarakat yang datang untuk bersilaturrahim di KBRI bagaikan orang yang sedang menyapa saudara-saudaranya dan orang tuanya. Mereka kompak dan akrab. Semua masakan dilakukan secara swadaya dan dibersihkannya pun secara bersama-sama. Saya dapat merasakan betapa erat hubungan sesama warga negara yang hidup di Tokyo dan sekitarnya.
"Merasa menemukan saudara saat mereka bertemu sesama anak bangsa di wisma Indonesia. Dapat merasakan pulang kampung saat berkunjung di KBRI bertemu teman-teman dan kawan meskipun kadangkala antara mereka baru kenalan saat berada di Wisma," tutur dia.
Bagi masyarakat Jepang yang kadang tak mengerti tentang tradisi lebaran ala nusantara terheran-heran sekaligus kadang merasa terganggu dengan membludaknya orang-orang di sekitar rumahnya. Namun akhirnya mereka paham bahwa umat Islam sedang merayakan kemenangan dalam proses kehidupan beragama. Bagi masyarakat diaspora di Jepang, momentum lebaran sebagai ajang pelepas kangen ke kampung halaman sekaligus merayakan kemengan melawan hawa nafsu melalui ibadah puasa sebulan penuh. (dra/dra)