Bila Pengadilan Berubah Menjadi Ladang Jual Beli Perkara

Bila Pengadilan Berubah Menjadi Ladang Jual Beli Perkara

Andi Saputra - detikNews
Minggu, 03 Jul 2016 15:59 WIB
Andri Tristianto Sutrisna (ari/detikcom)
Jakarta - Operasi tangkap tangan KPK membongkar berbagai modus mafia perkara di pengadilan. Tetapi Ketua Mahkamah Agung (MA) Hatta Ali menganggapnya adalah bagian dari oknum yang tidak bertanggung jawab semata.

"Kepercayaan rakyat terhadap independensi pengadilan merupakan salah satu prasyarat tegaknya negara hukum, mengingat negara hukum akan kehilangan artinya apabila pengadilan sebagai benteng terakhir tidak lagi imparsial dalam memutus perkara akibat adanya jual beli perkara," kata ahli hukum Dr Bayu Dwi Anggono kepada detikcom, Minggu (3/7/2016).

Menurut Direktur Puskapsi Universitas Jember itu, kasus yang terulang tersebut sangat menprihatinkan serta tidak dapat ditoleransi, namun kejadian ini bukanlah hal yang mengagetkan. Sebab hal ini sudah dapat diprediksi akan terjadi kembali sebagai akibat tidak adanya langkah nyata dan konkret dari pimpinan MA.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Seharusnya sejak tertangkapnya beberapa pejabat pengadilan baik, MA segera melakukan pembenahan seperti menginventarisir pengadilan-pengadilan yang masuk kategori rawan melakukan praktik kotor permainan perkara," cetus Bayu.

Dengan dasar kategorisasi tersebut maka MA bisa segera melakukan langkah-langkah pembersihan seperti bekerja sama dengan Komisi Yudisial (KY) dengan membentuk satgas bersama. Inventarisir pengadilan yang rawan bisa dilakukan salah satunya mendasarkan kepada data laporan pengaduan masyarakat.

"Sayangnya sampai tertangkapnya kembali untuk kesekian kalinya oknum pejabat pengadilan oleh KPK ternyata pimpinan MA tidak segera berani mengambil teroboson nyata untuk menunjukkan ke publik bahwa mereka serius untuk melakukan pencegahan dan pembenahan internal di lingkungan pengadilan," papar Bayu.

Justru sebaliknya, ujar Bayu, di tengah situasi darurat praktik kotor di pengadilan, pimpinan MA terkesan hanya pasrah dan sebatas mengecam perilaku penyelewengan oleh oknum-oknum pejabat tersebut. Tanpa berani memberikan garansi ke publik bahwa peristiwa ini tidak akan terulang kembali.

"Jika Ketua MA bersikeras tidak akan mundur di tengah kondisi darurat jual beli pengaturan perkara oleh pejabat pengadilan, tentu sangat tidak patut. Mengingat sebagai pucuk pimpinan tertinggi di MA yang bertanggung jawab atas jalannya pengadilan di bawahnya, Ketua MA telah gagal menjaga integritas pejabat pengadilan sekaligus gagal menjaga kepercayaan publik kepada lembaga pengadilan yang dengan susah payah dibangun sejak era reformasi 1998," kata Bayu memaparkan.

Desakan mundur ini menambah daftar panjang kelompok masyarakat yang menginginkan hal tersebut.

"Apa yang terjadi saat ini yaitu maraknya penyelewengan oleh pejabat pengadilan merupakan buah atau hasil dari beberapa kebijakan pengelolaan lembaga MA yang kurang tepat seperti pengisian dan mutasi pejabat yang terkesan tidak transparan dan obyektif, pembinaan dan pengawasan pejabat yang lemah, pembiaran terhadap pejabat-pejabat pengadilan yang melanggar kode etik dengan tidak sepenuhnya menindaklanjuti pemeriksaan KY dan paling penting tiadanya contoh keteladanan dari pimpinan pengadilan maupun pimpinan administrasi di MA," cetus Bayu.

Atas akumulasi kebijakan-kebijakan yang tidak tepat dan condong menghasilkan sikap mental menyelewengkan wewenang, maka salah satu solusinya adalah Ketua MA secara berbesar hati mundur sekaligus memberikan kesempatan kepada hakim agung lainnya untuk mencoba melakukan pembehanan yang diperlukan.

"Sikap untuk terus mempertahankan jabatan sebagai ketua MA padahal diketahui bahwa kepercayaan masyarakat kepada lembaga pengadilan semakin turun hanya akan membawa lembaga pengadilan semakin tidak memiliki wibawa di hadapan rakyat," ujar Bayu.

Sebagaimana diketahui, KPK melakukan operasi dagang perkara di pengadilan. Berikut daftar sepanjang lima bulan terakhir:

-Operasi Februari 2016
KPK menangkap Kasubdit Perdata MA Andri Tristianto Sutrisna yang sedang menerima suap sebesar Rp 400 juta dari terpidana korupsi, Ichsan Suaidi. Andri sedang menjalani persidangan di PN Jakpus.

-Operasi April 2016

KPK menangkap Panitera PN Jakpus Edy Nasution karena menerima suap dari pengusaha Doddy untuk mengurus perkara PK. Belakangan terkungkap, perkara PK itu dikendalikan oleh Sekretaris MA Nurhadi. KPK yang menggeledah rumah Nurhadi mengamankan Rp 1,7 miliar, di antaranya di toilet. Sejumlah saksi 'menghilang' dan istri Nurhadi yang juga pejabat MA, Tin Zuraida ikut diperiksa.

-Operasi Mei 2016

KPK menangkap aparat Pengadilan Tipikor Bengkulu yang akan membebaskan dua terdakwa dengan tarif Rp 1 miliar. Mereka yang diamankan dan ditahan KPK yaitu:
1. Hakim Pengadilan Tipikor Bengkulu, Janner Purba. Sehari-hari Janner adalah Ketua PN Kapahiang.
2. Hakim Pengadilan Tipikor Bengkulu, Toton.
3. Panitera Pengganti Pengadilan Tipikor Bengkulu, Badaruddin Amsori Bachsin alias Billy.
4. Terdakwa korupsi Syafri Syafii.
5. Terdakwa korupsi Edi Santron.

-Operasi Juni 2016

KPK menangkap segerombolan orang usai vonis ringan perkara Saipul Jamil. Mereka yang diamankan dan ditahan KPK adalah:

1. Advokat Berthanatalia Ruruk Kariman, ditetapkan sebagai tersangka.
2. Advokat Kasman Sangaji, ditetapkan sebagai tersangka.
3. Kakak Saipul Jamil, Samsul Hidayatullah, ditetapkan sebagai tersangka.
4. Panitera pengganti PN Jakut, Rohadi, ditetapkan sebagai tersangka.

-Operasi Juni 2016
KPK lagi-lagi menangkap aparat pengadilan. Kali ini terulang di PN Jakpus yaitu Santoso. Panitera Pengganti PN Jakpus itu merupakan anak buah Edy Nasution.

"Jangan kita melakukan reformasi membabi buta. Satu generasi dipotong, tidak bisa. Sekretariat dibubarkan, misalnya. Anak buah saya berbuat, saya harus mundur, tidak demikian," kata Hatta Ali dalam konferensi pers di kantornya, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta, Kamis (30/6) sore.

Hadir dalam jumpa pers itu adalah Ketua Kamar Tata Usaha Negara, hakim agung Supandi; Ketua Kamar Perdata, hakim agung Sultoni Mandally; Ketua Kamar Agama, hakim agung Abdul Manan; Ketua Kamar Pidana, hakim agung Artidjo Alkotsar; Wakil Ketua MA bidang Yudisial, hakim agung Syarifuddin; Wakil Ketua MA bidang Non Yudisial, hakim agung Suwardi; Ketua Kamar Milter, hakim agung Timur Manurung; Ketua Kamar Pembinaan, hakim agung Takdir Rahmadi dan juru bicara MA, hakim agung Suhadi. (asp/bal)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads