Namun mereka juga memberikan lima catatan atas keputusan tersebut. Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta menyatakan bahwa penghentian tersebut belum menyelesaikan akar permasalahan dari proyek reklamasi. Koalisi ini terdiri dari Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia, Lembaga Bantuan Hukum Jakarta dan Komunitas Nelayan Jakarta.
"Masih ada permasalahan yang timbul akibat proyek reklamasi. Khususnya persoalan sosial dan ekologis yang berdampak kepada nelayan tradisional dan perempuan nelayan di sepanjang 72 km pesisir Teluk Jakarta," kata Martin Hadiwinata dari DPP KNTI, di kantor LBH Jakarta, Jl. Diponegoro, Jakarta Pusat, Jumat (1/7/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Rekomendasi percepatan penyelesaian penyusunan perundang-undangan berupa Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) seperti Perda Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) dan rencana lainnya terkesan hanya untuk memuluskan proyek reklamasi serta masalah yang berasal dari daratan," kata Martin.
Di catatan ketiga, Martin meminta rekomendasi yang diberikan pemerintah sampai pada pembuatan produk hukum. Dengan begitu, rekomendasi yang diberikan mempunyai kekuatan mengikat menghentikan proyek reklamasi.
Catatan keempat, KNTI juga meminta pemerintah untuk melakukan tindakan hukum kepada pihak pengembang. Sebab reklamasi yang dilakukan menyebabkan kerusakan lingkungan dan ekosistem yang hidup di dalamnya.
"Misal, Pemerintah menemukan adanya dugaan tindak pidana lingkungan, tata ruang dan perikanan yang dilakukan oleh Pihak pengembang Pulau C dan D terhadap UU No.32/2009, UU No. 27/2007 dan UU No. 26/2007 tetapi tidak menindaklanjuti sanksi pidana. Malah, reklamasi di Pulau C dan D tetap dapat dilanjutkan yang menimbulkan dugaan bahwa komite gabungan sengaja tidak melihat adanya pelanggaran hukum yang telah dilakukan oleh reklamasi Pulau C, D dan N," ungkap Martin.
Poin ini diamini oleh Tigor Hutapea dari LBH Jakarta yang meminta pemerintah memberikan sanksi pidana kepada pihak pengembang. Selain itu para pengembang juga harus diberi sanksi adimistratif juga pemulihan lingkungan dari reklamasi yang dilakukan.
Poin terakhir, Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta mendorong pemerintah untuk melakukan legal review. Segala peraturan terkait reklamasi, menurut mereka harus dikaji kembali. Hal ini dimaksudkan menyamakan persepsi tentang reklamasi.
"Aturan yang ada tidak sesuai niatan dari UU No. 27/2007 untuk melakukan perlindungan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil serta menimbulkan kerancuan dan ketidakjelasan. Pasal 34 UU 27/2007 yang menyatakan reklamasi harus mempunyai manfaat ekonomi dan sosial yang besar dibandingkan dampak ekonomi dan sosialnya," papar Martin.
Sementara Tigor menyebut ada 3 syarat yang harus dipenuhi dalam proyek reklamasi. Syarat tersebut ialah tidak boleh mengakibatkan kerusakan lingkungan, menjamin kehidupan masyarakat di sekitar proyek reklamasi dan reklamasi membawa manfaat publik dan sosial.
"Yang saya lihat, dalam proyek reklamasi ini, yang lebih diutamakan adalah tujuan ekonomi. Tersingkirnya nelayan dan rusaknya lingkungan, jadi indikasi bahwa proyek tersebut tidak mempertimbangkan faktor sosial dan lingkungan," kata Tigor. (dra/dra)











































