"Ya pastilah (selidiki rumah sakit dan puskesmas). Kan ini belum selesai, masih terus berkembang. Yang ditangkap sudah 17 orang, enggak ada memang yang dari rumah sakit," ucap Badrodin usai buka puasa bersama di Istana Negara, Jakarta, Kamis (30/6/2016).
"Ya pasti dari situlah," tegasnya soal kemungkinan pelaku dari pihak rumah sakit dan puskesmas.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau orang di lingkungan medis itu apakah itu bidan atau paramedis lain, itu tahu bagaimana seluk beluknya mana yang laku mana yang tidak. Nah itulah mungkin timbul niat mereka untuk pemalsuan itu," ujarnya.
"Produsen sudah (ada yang tersangka). Kalau yang seperti puskesmas dan yang lain itu hanya yang menjual ke sana, kemudian itu beli," imbuh Badrodin.
Sementara soal asalan tidak mengumumkan nama rumah sakit yang menyebarkan vaksin palsu, Badrodin menyebut karena ditakuti akan ada masalah yang lebih besar muncul dalam proses penyelidikan nanti.
"Begini, kan kita sedang menyelidiki dan menginventarisir pasien-pasien yang pernah disuntik vaksin itu, sehingga nanti bisa dicek oleh Ibu Menkes detilnya untuk bisa mengecek dampak, lalu direhabilitasi. Kalau perlu akan divaksin ulang. Nah itu yang akan dilakukan jadi jangan sampai menimbulkan satu masalah yang lebih besar," kata Badrodin.
Lalu bagaimana soal intruksi Presiden Jokowi bahwa kasus ini sebagai kejahatan luar biasa yang harus diusut tuntas?
"Kejahatan itu perintahnya mengusut tuntas dan memberlakukan proses hukum sesuai dengan ketentuan. Ketentuan itu kan yang dilanggar UU tentang kesehatan, pasal yang dilanggar hukuman maksimalnya 15 tahun. Itu yang kita terapkan, masalah nanti dihukum maksimum atau tidak nanti keputusan pengadilan yang menentukan," jawab Badrodin.
(miq/jor)











































