"Ada dua petani yang saya jumpai. Status profesi petani tapi nggak punya lahan. Dia petani bapaknya, tapi karena kebutuhan, punya tanah dia dijual," kata Zulkifli, di Gedung Gedung Serba Guna (GSG) Gadong Rejo, Kabupaten Pringsewu, Lampung Selatan, Rabu (29/6/2016).
"Bayangkan itu profesi petani tapi nggak ada lahan. Oleh karena itu gimana kebijakan bisa memberikan keadilan bagi warga," imbuhnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Saat berdialog dengan warga, Gedung Serba Guna Gedong Rejo mati listrik sehingga dialog tidak bisa dilakukan lama. Zulkifli geram dengan tindakan tenaga medis yang kurang kompeten.
"Soal pendidikan sebagian besar meminta sekolah itu gratis sampai SMA. Mereka minta pelayanan kesehatan yang baik. Sederhana yang penting kalau sakit datang itu bukannya tidak dilayani. Selama ini orang datang ngantri tetapi gak dilayani, datang lagi besoknya gak dilayani sampai mati, maunya datang tapi diobati, gak aneh-aneh rakyat kita itu," ujar Zulkifli.
Mengunjungi Desa Pengrajin Batu Bata
Dalam kunjungannya ke Lampung ini Zulkifli juga sempat mengunjungi desa Wates, Kecamatan Gading Rejo, Kabupaten Pringsewu, Lampung Selatan. Zulkifli mengunjungi salah satu desa pengrajin batu bata.
Salah satu tempat tinggal warga yang disambangi, Siti Choiriah (50). Bersama dengan suaminya, Siti merupakan petani yang tidak memiliki lahan. Di desa Wates, beberapa warga di lokasi rata-rata bermata pencaharian pengrajin batu bata.
"Ibu Siti Choiriah kalau nggak ada kerjaan manol-manol bata. Ini ibu dan suaminya bekerja membuat 1.000 bata dibayar Rp 100 ribu atau 1 bata seharga seribu rupiah. Modalnya Rp 40 ribu untuk membuat 1.000 bata, tenaga untuk mendapat Rp 100 ribu itu dikerjakan dalam 2 hari untuk mencetak batu bata, seharinya bisa membuat 500 batu bata," ujar Zulkifli, di lokasi, Rabu (29/6/2016).
![]() |
Siti menjelaskan, proses pembuatan batu bata yang tidak instan. Pertama ia membeli pasir seharga Rp 20 ribu per 1 Tosa untuk bahan baku. Ada dua jenis batu bata yang dicetak, yakni batu bata kering dan batu bata yang dibakar. Oleh karenanya, penghasilan Siti dari mendapat pesanan 1.000 batu bata itu sekitsr Rp 60 ribu per dua hari.
"Ini kalau batu bata mentah 1 minggu keringnya. nyetak 1 hari bisa 500, jadi 2 hari baru dapat 1.000 bata. Kalau batu bata yang bakar harganya Rp 250 ribu per 1.000 batanya," ujar Siti.
Zulkifli lalu memuji Siti yang semangat mencari nafkah demi mendapatkan uang Rp 100 ribu. Zulkifli lalu memberikan bantuan kepada Siti dengan memberikan uang Rp 1 juta atau seharga 10.000 batu bata.
"Ini wanita indonesia walaupun susah tetapi tetap semangat, kerja keras halal. Luar biasa walaupun ibu rumah tangga biasa, anaknya ada tiga, untuk memutus kemiskinan maka anak-anaknya harus sekolah, maka ibu haeus bisa membantu pendidikan anak ya," kata Zulkifli. (van/van)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini