Ke-15 kapal tersebut terparkir di dermaga PT AML sejak Desember 2014. Kapal-kapal yang dulunya dipakai untuk menjaring ikan itu tampak sudah berkarat di seluruh badan kapal.
Jaring sisa-sisa pengoperasian kapal juga tampak berserakan. Tak ketinggalan juga kayu-kayu yang sudah lapuk dan tumbuhan liar yang menjalar hidup di badan kapal.
![]() |
"Iya benar, kapal tersebut disita sebagai barang bukti pemalsuan gross akta kapal dan kami memasang police line," ujar tim Satgas 115 yang tak mau disebut namanya, Senin (27/6/2016).
![]() |
Penyitaan berlangsung kondusif. Dimulai pukul 09.50 WIT setelah menempuh perjalanan selama 8 jam dari Pelabuhan Kaimana. Penyitaan dilakukan Tim Satgas 115 dengan pengawalan personel Polair dan Sabhara dari Polres Kaimana bersenjata lengkap.
![]() |
Proses penyitaan dengan memberi police line pada kapal satu persatu di setiap pintunya. Proses ini cukup memakan waktu karena badan-badan kapal sudah cukup rapuh. Petugas berhati-hati menaiki kapal sehingga membutuhkan waktu sekitar 1,5 jam.
![]() |
Setelahnya, Tim Satgas 115 mendatangi kantor PT AML untuk menyita semua dokumen kapal-kapal yang telah disita bekerja sama dengan pegawai yang tersisa dari PT AML. Pegawai perusahaan yang tersisa sebanyak 93 orang, bertugas hanya untuk menjaga kapal serta kawasan yang dimilik PT AML yaitu 2 gudang yang sudah tidak terpakai, 1 bangunan administrasi, serta 3 bangunan tempat menampung hasil tangkapan ikan (storage).
![]() |
Penyitaan berdasarkan penetapan Pengadilan Negeri Fak Fak. Dalam kasus ini, sudah ada tersangka yakni MS selaku eks pegawai pembantu pendaftaran dan pencatat balik nama kapal di Kantor Administrasi Pelabuhan Sorong pada tahun 2005. Tersangka lainnya adalah AM, Direktur PT Antarticha Segara Lines. Mereka dijerat dengan Pasal 263 jo 55 KUHP dengan ancaman pidana 6 tahun penjara.
Ke-15 kapal besi milik PT AML ini kini dijaga ketat petugas dari Polres Kaimana.Polres Kaimana akan melakukan pengamanan dengan 2 cara, melalui sistem stasioner dan patroli.
![]() |
"Yang kami lakukan nanti dengan stasioner dengan penempatan personel di sini dan sistem patroli setiap 2 hari sekali," ujar Kapolres Kaimana, AKBP Adam Erwindi saat mengawal proses penyitaan kapal di Desa Siawatan, Kaimana, Papua Barat, Senin (27/6/2016).
![]() |
Penjagaan bertujuan untuk memberikan pengamanan pada aset kapal yang telah disita Satgas 115. Termasuk untuk mengawasi kawasan PT AML yang saat ini telah berhenti beroperasi.
Akibat berhentinya operasi PT AML, berpengaruh juga terhadap perekonomian eks ABK kapal itu. Kini banyak dari mereka yang banting setir ke profesi lain. Mulai dari narik becak hingga turun ke sawah.
Contohnya Ongen, eks ABK yang kini hanya menjadi penjaga kapal di malam hari. Ia kini berdagang walaupun dengan penghasilan yang tidak menentu.
"Semenjak ditutup di sini, perekonomian sepi kadang-kadang kita jualan kalau ada pembeli ya kita jual malah terkadang ada satu hari tidak ada pembeli sama sekali," kata Ongen.
PT Avona Mina Lestari merupakan salah satu perusahaan perikanan terbesar di Papua Barat. Perusahaan ini termasuk yang terkena kebijakan moratorium yang dikeluarkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada November 2014.
Menteri Susi saat itu akhirnya mencabut Surat Izin Penangkap Ikan (SIPI) kapal eks asing milik perusahaan tersebut karena telah melakukan sejumlah pelanggaran. Mulai dari menggunakan ABK dan nakhoda asing, menangkap dan mengeluarkan ikan yang dilarang dikirim ke luar negeri (hiu martil), dugaan pemalsuan dokumen, hingga mematikan transmitter on line atau VMS (vessel monitoring sistem).
Satgas Illegal Fishing 115 merupakan satuan yang dibentuk Presiden RI Joko Widodo melalui Peraturan Presiden No 115 Tahun 2015. Satgas ini bertugas untuk menegakkan hukum di wilayah laut Indonesia dengan melibatkan KKP, TNI AL, Polri, Kejagung, Bakamla, SKK Migas, Pertamina, dan institusi lainnya.
(hri/hri)