"Klinik jangan tergiur dengan vaksin murah. Ini kan obat keras. Pengadaannya tidak bisa pribadi," ujar Direktur Produksi Produk Terapetik BPOM Togi Junice Hutadjulu dalam jumpa pers di Kemenkes, Jl HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (24/6/2016). Jumpa pers juga dihadiri Menkes Nila F Moeloek, Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes Maura Linda Sitanggang dan Kepala Biro Komunikasi Kemenkes Yanmas Oscar Primadi serta Ketua IDAI dr Aman Bhakti Pulungan.
Menurut Togi, pihak-pihak yang berurusan dengan obat sudah seharusnya tahu jalur pembelian yang resmi. Karena itu tidak akan tergiur dengan obat yang murah tapi palsu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Itu semua harus tercapai. Kenapa bisa bobol? Harus ada yang bertanggung jawab," kata Togi.
Ketua IDAI Aman Bhakti Pulungan menyatakan, vaksin palsu berbahaya atau tidak bagi bayi tergantung jenis vaksin dan kandungannya. Selain itu juga harus diperhatikan tingkat sterilisasinya.
"Cara pembuatannya yang kita takutkan apakah steril atau tidak," kata Aman.
Karena itu Aman mengimbau orangtua yang khawatir anaknya disuntik vaksin palsu untuk lapor ke dinas kesehatan setempat.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Mabes Polri Brigjen Agung Setya Imam Effendi membongkar praktik vaksin palsu dengan menangkap 12 orang. Pelaku membuat vaksin wajib (BCG, campak dan hepatitis) dengan cara mencampur cairan infus dengan vaksin tetanus dan menjualnya dengan harga lebih murah Rp 200 ribu-400 ribu dibanding vaksin asli. Pelaku dikenakan UU Kesehatan maupun UU Perlindungan Konsumen dengan ancaman maksimal 15 tahun penjara. (nwy/nrl)











































