Menurut Tito kasus Labora ditangani Polda Papua pada Februari 2013. Saat itu Labora diduga terlibat penimbunan bahan bakar minyak (BBM) ilegal. Namun hasil penyelidikan menemukan bahwa perusahaan yang disebut milik Labora tersebut legal. Distributor BBM juga bukan atas nama Labora.
Pada April 2013, Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) memberikan informasi tentang hubungan jual beli BBM ilegal dan aliran dana gelap ke perusahaan Labora. Di data PPATK disebutkan bahwa Labora memiliki rekening 'gendut' yang jumlahnya mencapai Rp 1,2 triliun.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penyidik dari Polda Papua pun mengusut dugaan kepemilikan rekening gendut oleh Labora. Hasilnya tak ditemukan kepemilikan rekening yang jumlahnya mencapai Rp 1,2 triliun.
"Kami lihat, sampai (putusan) inkrah tak ada rekening Rp 1,2 triliun. Yang ada saldo Rp 10 miliar. Kami tanya mana yang Rp 1,2 triliun? Jawabnya itu akumulasi selama 5 tahun," kata Tito.
"Jadi kalau kita punya Rp 10 juta, keluarin dua juta, tarik dua juta. Diakumulasi bisa Rp 10 miliar. Yang penting adalah saldonya. Tapi sudah terlanjur yang bersangkutan (Labora) dicap pemilik rekening Rp 1,2 T," papar Tito. (erd/nrl)