Sisi Lain Kekayaan Seni Indonesia Dipamerkan di Austria

Laporan dari Wina

Sisi Lain Kekayaan Seni Indonesia Dipamerkan di Austria

Eddi Santosa - detikNews
Rabu, 22 Jun 2016 18:30 WIB
Foto: Dok. KBRI Wina
Jakarta - Publik Austria menyambut apresiatif kekayaan seni kontemporer Indonesia. Karya Popo Iskandar, Nasirun, Tisna Sanjaya dan Zico Albaiquni dinilai telah sejajar dengan sejawat mereka di negara lainnya.

Sebanyak 40 lukisan karya empat pelukis Indonesia itu dipamerkan di Suppan Galerie Contemporary, Palais Coburg, Wina, dan dibuka secara resmi oleh Duta Besar RI untuk Austria Rachmat Budiman, Senin (20/6/2016) malam waktu setempat.

Digelar dalam rangkaian program 'Wonderful Indonesia for the World' untuk mengenalkan seni budaya kontemporer Indonesia dengan tema "Diverse 4 Indonesian Positions", pameran yang menampilkan karya lukisan dalam berbagai media dan ukuran mulai dari 75x93 cm hingga 200x150 cm ini akan berlangsung sampai 2 Juli 2016.
Sisi lain kekayaan seni Indonesia dipamerkan di Austria (Dok. KBRI Wina)

"Indonesia memiliki keragaman seni budaya dan kreativitas, di mana ekspresi artistik tidak terbatas pada seni tradisional, namun juga kontemporer yang hidup secara kuat di tengah-tengah masyarakat," ujar Duta Besar RI untuk Austria Rachmat Budiman dalam sambutan pembukaan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Rachmat Budiman, melalui pameran seni lukis ini ragam nilai dan filosofi bangsa Indonesia ingin diperkenalkan kepada masyarakat internasional, khususnya masyarakat pecinta seni di Austria, sekaligus mempromosikan pariwisata dan potensi ekonomi kreatif yang dimiliki Indonesia.

"Diharapkan pameran ini mampu meningkatkan kualitas hubungan antar masyarakat Indonesia-Austria, termasuk hubungan dan kerjasama antar seniman dari kedua negara," kata Rachmat.
Sisi lain kekayaan seni Indonesia dipamerkan di Austria (Dok. KBRI Wina)

Martin Suppan, pemilik Suppan Contemporary Galerie, dalam sambutannya menggarisbawahi bahwa kualitas seni rupa Indonesia tidak kalah dengan negara-negara lainnya. Dalam pengamatannya beberapa tahun belakangan seni rupa Indonesia, khususnya seni lukis, mengalami perkembangan sangat pesat dan diyakini memiliki potensi besar di masa mendatang.

"Kondisi ini perlu terus didukung dengan berbagai promosi di tingkat internasional, di antaranya melalui pameran seni rupa," tegas Suppan.

Sementara itu W Schulze, mantan dosen salah satu universitas ternama di Austria dan peminat seni budaya Indonesia, menyampaikan kekagumannya atas karya-karya pelukis Indonesia.

"Mereka menampilkan permainan warna yang indah, baik dalam lukisan bergaya abstrak maupun realis. Nuansa ke-indonesia-an sangat kental, namun tetap memberi ruang untuk dapat dinikmati oleh masyarakat Eropa," cetus Schulze.

Sementara itu, G Prantl, yang hadir mewakili pemerintah kota Wina, mengaku terkesan dengan beberapa lukisan bertema kehidupan di alam pedesaan yang menurutnya memberi suasana ketenangan bagi para penikmat seni.

Hadir pada acara pembukaan sekitar 150 tamu undangan dari komunitas seniman, pecinta dan kolektor lukisan, pejabat pemerintah Austria dan Kota Wina, Duta Besar dari negara-negara sahabat, akademisi, media, Indonesianis dan publik umum.

Acara pembukaan dimeriahkan dengan Tari Pendet, Tari Topeng dan paduan suara pimpinan Dubes Rachmat Budiman. Puncak acara pembukaan ditandai dengan penorehan kanvas oleh Dubes, disusul pelukis Nasirun, Tisna Sanjaya, Zico Albaiquni dan Anton Iskandar cucu dari (alm) Popo Iskandar sekaligus kurator Griya Seni Popo Iskandar, Bandung.
Dok. KBRI Wina

Sekilas Pelukis

(Alm) Popo Iskandar telah menghasilkan berbagai karya lukisannya di Asia, Eropa dan Amerika. Hasil karyanya yang terkenal adalah "Cat" dan "Rooster". Popo semasa hidupnya juga dikenal sebagai penulis dan kritikus seni. Ia dinobatkan sebagai anggota seumur hidup Akademi Jakarta (1970), dan menerima penghargaan Anugerah Seni (1980).

Tisna Sanjaya mulai mendapat perhatian dari para pengamat seni di Indonesia dan di mancanegara sejak akhir 1980-an berkat hasil karyanya yang merefleksikan kehidupan sosial-politik di Indonesia. Hasil karyanya sarat mengandung kritikan tajam terhadap rezim Orde Baru yang pada waktu itu berkuasa.

Muhammad Zico Albaiquni, yang merupakan seniman termuda pada pameran ini, telah memamerkan hasil karyanya di berbagai kota di Indonesia dan juga di Austria pada 2013 dan 2015. Hasil Albaiquni menunjukkan pengaruh aliran expressionisme, kubisme, abstrak dan Kaligrafi Asia.

Adapun Nasirun, karya-karyanya merupakan perwujudan dan reinterpretasi dari tradisi dalam seni kontemporer Indonesia. Lukisan karya Nasirun dapat dipahami sebagai karikatur atau cerita dongeng yang didasarkan pada nilai-nilai tradisional: untuk mengingat asal-usul seseorang dan menyadari akan masa depannya.

Kompleksitas dalam palet dan subjek yang ditampilkan pada hasil karyanya selalu konsisten, namun komposisi yang ditampilkan dapat membantu para pecinta seni untuk memahami cerita ekspresif yang intrinsik terhadap tradisi Jawa.

(es/jor)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads