Perilaku Koruptif di Pengadilan Dinilai Terstruktur, Sistematis dan Masif

Skandal Vonis Saipul Jamil

Perilaku Koruptif di Pengadilan Dinilai Terstruktur, Sistematis dan Masif

Andi Saputra - detikNews
Jumat, 17 Jun 2016 10:25 WIB
Saipul Jamil usai sidang di PN Jakut (mauludi/detikHOT)
Jakarta - Perilaku koruptif di pengadilan dinilai sudah terstruktur, sistematis dan masif. Oleh sebab itu, Presiden Joko Widodo diminta turun tangan sebab pimpinan Mahkamah Agung (MA) dinilai tidak mampu menyelesaikan masalah tersebut.

"Presiden sebagai kepala negara yang bertanggung jawab atas tegaknya negara hukum Indonesia yang berkeadilan sebagaimana diamanatkan oleh UUD 1945 dapat segera mengambil langkah-langkah tepat seperti menugaskan KY yang didukung oleh pihak eksternal seperti para mantan hakim yang terbukti memiliki rekam jejak dan integritas baik," ujar ahli hukum tata negara Dr Bayu Dwi Anggono kepada detikcom, Jumat (17/6/2016).

Tertangkapnya kembali pejabat pengadilan oleh KPK membuktikan bahwa mafia hukum di badan peradilan sudah sangat akut dan menggurita. Terakhir, KPK mencokok panitera pengganti (PP) PN Jakut, Rohadi menerima suap terkait vonis Saipul Jamil. Sebelumnya KPK juga mencokok dua hakim Pengadilan Tipikor Bengkulu, Toton dan Janner Purba.
"Rentetan kejadian tertangkapnya baik hakim, panitera maupun pejabat pengadilan lainnya dalam beberapa waktu belakangan sudah memenuhi unsur terstruktur, sistematis dan masif," cetus Direktur Puskapsi Universitas Jember itu.

Terstruktur yaitu praktik suap kepada oknum-oknum tertentu untuk mempengaruhi putusan hakim, atau bentuk lainnya seperti mengatur komposisi majelis hakim, menunda pengiriman berkas putusan terjadi tidak hanya di salah satu tingkatan pengadilan melainkan sudah mendera semua tingkatan pengadilan mulai dari MA sampai dengan pengadilan negeri. Sedangkan sistematis yaitu upaya mempengaruhi putusan hakim atau lainnya tidak dilakukan oleh aktor tunggal tetapi telah membentuk semacam jaringan, yang masing-masing memiliki peran untuk mencapai tujuan mereka.
"Masif mengingat kejadian suap terhadap oknum hakim maupun pejabat pengadilan ini tidak hanya di pengadilan daerah yang secara geografis sulit terjangkau pengawasan baik oleh internal MA maupun Komisi Yudisial, namun kasus suap ini juga terjadi di dalam MA sendiri maupun pengadilan di wilayah ibu kota yang harusnya dari segi pengawasan baik internal atau eksternal mudah dilaksanakan," papar Bayu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Praktik mafia itu telah meruntuhkan wibawa pengadilan. Maka cara menanganinya sudah tidak bisa lagi hanya mengandalkan niat baik perbaikan oleh MA. Presiden bisa menunjuk KY dan membentuk tim untuk melakukan perubahan radikal di tubuh peradilan.

"KY dan tim tersebut atas dasar hasil audit permasalahan yang telah dilakukan segera ditindaklanjuti dengan menyusun rekomendasi yang diberikan kepada Presiden mengenai langkah-langkah perbaikan segera yang bisa diambil untuk menyelamatkan badan peradilan di Indonesia agar tidak semakin berada di titik nadir," pungkas Bayu.

Dalam tiga bulan terakhir, KPK membongkar empat kasus korupsi di lingkungan peradilan, yaitu:

1. Kasubdit Perdata MA Andri Tristianto. Dari tangkapan ini menyeret nama-nama hakim agung.
2. Panitera PN Jakpus Edy Nasution. Dari tangkapan ini menuntun KPK ke rumah Sekretaris MA Nurhadi. Sejumlah orang dijadikan saksi, beberapa di antaranya tidak memenuhi panggilan KPK.
3. Dua hakim Pengadilan Tipikor Bengkulu, Janner Purba dan Toton serta panitera PN Bengkulu. Janner juga Ketua Pengadilan Negeri (PN) Kepahiang, Bengkulu.
4. Panitera pengganti PN Jakut, Rohadi. (asp/van)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads