"Masalahnya rangkaian OTT yang ada seperti tidak membuat efek jera bagi para pelaku, sehingga patut dipertanyakan sudah begitu parahkah perilaku aparat pengadilan itu?" ucap Jubir KY, Farid Wajdi, dalam siaran pers kepada detikcom, Kamis (16/6/2016).
Farid mengatakan, stigma buruk dan upaya mengembalikan kepercayaan publik kepada lembaga peradilan makin sulit didapatkan. Pelajaran terpenting dari kasus OTT itu yakni lembaga peradilan harus mampu meminimalkan segala bentuk penyimpangan atau penyalahgunaan wewenang. Tidak ada permafaan bagi pejabat pengadilan yang terus menggerus kewibawaan dan martabat peradilan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menegaskan, reformasi di peradilan memang belum menyentuh masalah dasarnya, yaitu soal integritas. Dia juga meminta seluruh aparat peradilan menjadikan etika sebagai bagian dari gaya hidup.
Menurutnya, eban manajerial di MA dalam banyak aspek memang sudah overload, khususnya pengawasan pengadilan. Farid menambahkan, MA seharusnya memang berkonsentrasi penuh pada kewenangan justisial (memeriksa, mengadili, dan memutus perkara) bukan penyelenggaraan peradilan.
"Selanjutnya yang juga harus dipahami adalah adanya pergeseran konsep, dari yang mulanya "one roof system" mutlak kepada "shared responsibility", dalam hal pengelolaan manajemen hakim, agar beban berat serta potensi untuk abuse lantaran monopoli pengelolaan hakim yang hanya terpusat di satu institusi, bisa diatasi," pungkas Farid.
(rvk/asp)











































