Tjahjo mengatakan hingga kini belum ada pembatalan perda bersyariat Islam dari Kemendagri. Namun, jika perda itu dinilai bertentangan dengan Bhineka Tunggal Ika, maka tidak ada alasan untuk tidak membatalkannya.
"Enggak ada masalah kalau ada syariat Islam. Sampai sekarang belum ada rencana kita menghapus, tapi nanti kalau bertentangan dengan UU, dengan kebhinnekaan bangsa ini, kami juga tentunya akan mendengar dulu fatwa dari tokoh-tokoh agama," kata Tjahjo di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Kamis (16/6/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini disebut 3.000 menyangkut syariat Islam. Enggak ada satu pun. Beda kok, ini urusan ekonomi, investasi, perizinan," kata Tjahjo.
Tjahjo menduga ada yang berusaha 'menunggangi isu' terkait pembatalan perda tersebut. Pihaknya dituding turut membatalkan perda bersyariat Islam.
"Memang ada yang membelokkan. Saya terima SMS 50-an bahasanya sama, enggak berani pakai nama. Bahwa yang penting 3.143 perda, termasuk Kemendgari yang dibatalkan itu untuk mendukung kebijakan paket ekonomi 1 sampai 12 ini. Yang kedua, agar investasi cepat masuk. Yang menghambat investasi di daerah yang perpanjang perizinan di daerah, yang buat retribusi enggak perlu itu dihapuskan. Titik. Itu saja. Soal perkembangannya kita mengundang kepala daerah loh kok ada perda dan edaran yang meresahkan sih," jelas Tjahjo.
"Saya imbau ke masyarakat, kalau ingin menanyakan suatu permasalahan, cek langsung ke Kemendagri, jangan percaya pada beredarnya isu-isu yang tidak bertanggungjawab. Tidak ada pemerintah buat keputusan yang merugikan masyarakat. Intinya itu untuk kemaslahatan daerah. Enggak ada yang mau menjerumuskan. Masyarakat harus percaya itu," tambah Tjahjo. (rjo/aan)











































