"Tidak apa-apa, Surabaya tidak ada sama sekali kok," katanya pada wartawan di ruang kerjanya di Balai Kota Surabaya, Rabu (15/6/2016).
Penghapusan perda yang dianggap tidak penting itu, kata Risma sudah dilakukan sejak 2010-2011. Salah satunya perda tentang pemotongan pohon, yang dianggap sudah tidak perlu. "Banyak lah pokoknya, sekitar 10 perda yang kami hapus," ungkap Risma.
Untuk pembuatan perda, Risma dengan tegas akan selalu menyesuaikan dengan peraturan yang sudah ada sehingga tidak bertentangan dan terus berkomitmen hingga kini dalam pembuatan perda.
"Jadi, kalau memang tidak sesuai, kami langsung batalin sendiri, tanpa harus disuruh," imbuh dia.
Meski sudah lebih dulu menghapus perda yang dianggapnya tidak penting. Risma enggan mengomentari pemangkasan 3.143 perda oleh Presiden Joko Widodo. Alasannya ia tidak tahu apa saja isi perda yang dipangkas.
"Aku tidak bisa komentar karena tidak tahu isinya. Aku tidak tahu apa saja yang dihapus," ujarnya.
Ia juga memastikan Kota Surabaya tidak akan terdampak pada penghapusan ribuan perda tersebut. "Itu mungkin daerah lain, yang pasti Surabaya tidak ada," pungkas Risma.
Sebelumnya, Presiden Jokowi mengumumkan adanya pembatalan ribuan peraturan lewat Kementerian Dalam Negeri. Adapun pembatalan tersebut dilakukan atas pertimbangan menghambat dalam berkompetisi, dan bertentangan dengan semangat Bhinneka Tunggal Ika.
Hal ini bagian dari rencana Presiden Jokowi yang telah disusun sejak lama untuk menghapus penghambat investasi di daerah yang nantinya akan menentukan peringkat Ease of Doing Business Indonesia.
Adapun masalah dari Perda tersebut karena dianggap menghambat pertumbuhan ekonomi daerah, perda yang memperpanjang proses perizinan serta perda yang menghambat kemudahan berusaha
(rvk/rvk)











































