"MA benar-benar berada di bawah titik nadir," kata Gayus saat berbincang dengan detikcom, Rabu (15/6/2016).
Dalam berbagai kesempatan, Gayus menyerukan perubahan MA. Tetapi ia tidak bisa apa-apa karena pembuat kebijakan di MA dilakukan oleh pimpinan MA semata. Para hakim agung dipinggirkan, hanya diberi tugas mengadili perkara saja. Usulan rapat pleno luar biasa juga tidak diindahkan pimpinan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selama ini, pembinaan aparat pengadilan di bawah Ketua Muda MA bidang Pembinaan yang kini dijabat hakim agung Prof Takdir Rahmadi. Adapun bidang pengawasan di bawah Ketua Muda MA bidang Pengawasan yang dijabat hakim agung Syarifuddin. Syarifuddin juga merangkap sebagai Wakil Ketua MA. Takdir Rahmadi meyakini publik masih percaya kepada pengadilan, meski banyak oknum yang tersangkut korupsi.
"Pimpinan MA mengatakan tingkat kepercayaan masyarakat ke pengadilan masih tinggi dengan bukti perkara yang diadili ribuan. Bagi saya, itu silogisme yang tidak masuk akal sebab negara hukum yang baik adalah ketika kasus hukum sedikit di pengadilan," ujar Gayus.
Secara resmi, MA juga telah meminta maaf karena aparat pengadilan banyak terseret kasus suap. Tapi bagi Gayus, hal itu tidak cukup.
"MA harus melakukan perubahan total dengan melakukan tindakan konkret, tidak hanya berhenti pada permintaan maaf," papar mantan anggota DPR itu.
Sebagaimana diketahui, KPK kembali menangkap aparat pengadilan yaitu panitera PN Jakarta Utara dengan dugaan menerima segepok uang suap. Penyidik masih melakukan pelacakan di kasus tersebut.
"(Yang ditangkap) Dua orang, terdiri satu orang pemberi (suap) lawyer, sedang penerimanya panitera," ujar Wakil Ketua KPK Saut Situmorang di gedung KPK.
Sementara itu, juru bicara MA hakim agung Suhadi mengaku belum mengetahui operasi tangkap tangan itu.
"Kami belum tahu," ujar Suhadi.
Operasi KPK merupakan operasi keempat dalam tiga bulan terakhir dari kalangan aparat pengadilan. Mereka yang dibekuk KPK adalah:
1. Kasubdit Perdata MA Andri Tristianto. Dari tangkapan ini menyeret nama-nama hakim agung.
2. Panitera PN Jakpus Edy Nasution. Dari tangkapan ini menuntun KPK ke rumah Sekretaris MA Nurhadi.
3. Dua hakim Pengadilan Tipikor Bengkulu, Janner Purba dan Toton serta panitera PN Bengkulu.
4. Panitera PN Jakut.
Sehari sebelum penangkapan hari ini, MA telah meminta maaf kepada publik lewat salah satu pejabatnya.
"(Kami menyampaikan) Permohonan maaf karena perbuatan segelintir oknum MA dan pengadilan serta berbagai pendapat di masyarakat. Mahkamah Agung milik rakyat Indonesia, jangan karena nila setitik rusak susu sebelanga," kata Kepala Biro Hukum dan Humas MA Ridwan Mansyur dalam pesan tertulis yang diterima detikcom, Selasa (14/6/2016). (asp/nrl)











































