Yasonna melakukan rapat tertutup dengan Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan sejak pukul 11.00 WIB, Selasa (14/6/2016),
"Kami bahas. Ada masukan dari kejaksaan, polisi, yang pasti akan tetap ada pembedaan antara napi biasa dan extraordinary crime. Prinsipnya tetap ada remisi," ucap Yasonna di Kemenko Polhukam, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami harapkan akan ada PP baru. Kami perbaiki karena filosofinya semua harus mendapatkan remisi. Ada dampaknya ke over kapasitas tapi kami harus koreksi filosofinya bahwa setiap orang harus punya hak. Jadi kami akan selaraskan dengan UU No 12 Tahun 1995," jelas Yasonna.
Selain itu, Yasonna menambahkan PP ini bertentangan dengan undang-undang yang ada di atasnya. "Kami akan koreksi filosofinya yang ternyata membuat kondisi seperti sekarang. Membuat orang di dalam menjadi resah, perlahan kami kerjakan. Semoga tahun ini selesai," lanjutnya.
Dalam PP Nomor 99 Tahun 2012, syarat pemberian remisi diperketat bagi napi kasus terorisme, narkotika dan korupsi. Napi tersebut harus bersedia bekerja sama dengan penegak hukum untuk membongkar perkara tindak pidana yang dilakukan, membayar lunas denda dan uang pengganti sesuai putusan pengadilan termasuk mengikuti deradikalisasi bagi napi kasus terorisme. (aan/nrl)











































