Melihat peninggalan benda-benda itu, Arkeolog UI Ali Akbar punya dua pandangan. Menurutnya bisa saja itu candi, peninggalan budaya Hindu-Budha atau juga bagian bangunan era Islam.
"Sebenarnya bukan atau sejauh ini kawasan itu belum dikenal sebagai wilayah purbakala. Tapi temuan batu itu jelas benda purbakala atau artefak," kata Ali, Selasa (14/6/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tentu saja perlu penelitian intensif untuk memastikannya. Namun dugaan awal ada dua kemungkinan. Kemungkinan pertama adalah merupakan bagian dari struktur candi. Tetapi tentu harus ditemukan batu-batu yang lebih banyak lagi. Salah satu temuan mirip dengan kemuncak atau puncak candi," jelas Ali.
"Kemungkinan kedua adalah semacam pembatas atau semacam pagar. Pembatas ini tentu saja menandai wilayah penting karen terbuat dari bahan yang besar dan telah dibentuk secara khusus. Kecil kemungkinan berasal dari periode prasejarah, karena karakter temuannya berbeda," sambungnya.
Ali menjelaskan, untuk kemungkinan pertama yakni bagian dari candi, perlu dikaji intensif karena daerah itu tidak dikenal sebagai daerah yang memiliki kepurbakalaan candi. Untuk kemungkinan kedua, tentu perlu juga dikaji intensif, terdapat kemiripan temuan ini dengan kepurbakalaan masa Islam misalnya untuk menandai suatu kompleks bangunan tertentu.
"Apa pun temuan itu, sangat penting karena dapat mengisi kepurbakalaan wilayah yang selama ini hanya dikenal sebagai wilayah alami yakni terkait Ciletuh yang sedang dinominasikan sebagai Geopark. Ini menuju penguatan Ciletuh selain sebagai destinasi alam juga destinasi budaya," urai dia.
Ali kembali mengungkapkan, kalau temuan batuan aneh itu, lebih cenderung ke arah kepurbakalaan Islam, tetapi kemungkinan sebagai candi tetap terbuka karena penelitian intensif belum dilakukan. Satu-satunya cara adalah dengan segera melakukan perlindungan dan penelitian terhadap temuan-temuan tersebut.
"Batu itu bisa berupa pagar pembatas. Di dalam pagar pembatas merupakan bangunan penting, misalnya rumah tokoh penting, bangunan pendidikan, bangunan keagamaan, dan lainnya. Umumnya justru bangunan-bangunan tersebut justru dibuat dari bahan yang dapat hancur dimakan usia, misalnya kayu dan bambu," tegas dia.
Dia berharap dengan adanya temuan tersebut menjadi penyemangat untuk membongkar literatur lama. Mungkin saja di literatur disebut bukan Ciletuh tetapi Sukabumi bagian selatan, pantai selatan, atau nama lainnya.
"Temuan tersebut diharapkan juga akan membuat instansi atau pihak yang selama ini telah berkiprah di Ciletuh dan sekitarnya untuk menyampaikan hasil kinerjanya kepada masyarakat umum," tutup dia. (dra/dra)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini