Pemerintah Diminta Terbitkan PP untuk Tunjuk Eksekutor Hukuman Kebiri

Pemerintah Diminta Terbitkan PP untuk Tunjuk Eksekutor Hukuman Kebiri

Muhammad Taufiqqurahman - detikNews
Selasa, 14 Jun 2016 11:39 WIB
Foto: Ilustrasi: Luthfy Syahban
Jakarta - Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menolak menjadi eksekutor hukuman kebiri. Pemerintah diminta menerbitkan peraturan pemerintah (PP) untuk menunjuk eksekutor hukuman kebiri.

Anggota Komisi IX DPR Ahmad Zainuddin mengatakan berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2016 terkait hukuman kebiri disebutkan pelaksanaan hukuman di bawah pengawasan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum, sosial, dan kesehatan. Karena itu menurutnya, pelaksana hukuman ini sebenarnya tidak hanya tertuju pada IDI.

"Dalam Perppu itu kan juga disebutkan tata cara pelaksanaan tindakan hukuman diatur dalam Peraturan Pemerintah. Jadi perjelas saja siapa eksekutornya dalam PP itu. Pelaksana hukuman ini kan perintah undang-undang nantinya," ujar Zainuddin dalam siaran pers, Selasa (14/6/2016).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Zainuddin mengatakan harus ada pembicaraan antara Kemenkes dan Kemensos untuk memecah kebuntuan soal siapa eksekutor hukuman kebiri.

"Bu Mensos dan Bu Menkes harus bertemu. Kalau perlu dengan Polri juga. Harus ada terobosan. Karena hukuman kebiri juga tidak boleh sembarangan. Kalau tidak bisa dipulihkan, ini bahaya. Terutama bagi yang taubat. Di PP harus diatur lebih jelas," cetusnya.

Semangat Perppu yang diteken Presiden Joko Widodo (Jokowi) karena adanya kegentingan situasi di masyarakat terkait keselamatan seksual anak. Namun pada sisi lain, dokter yang diharapkan dengan kewenangannya dapat menjadi pelaksana Perppu tersebut terbentur pada Kode Etik kedokteran.

"Perppu seharusnya juga perlu mengatur lebih tegas hal-hal yang mengakibatkan munculnya pelecehan seksual, seperti miras, narkoba dan pornografi," ucap Zainuddin.

Presiden Joko Widodo telah menandatangani Perppu Nomor 1 Tahun 2016 tentang perubahan kedua Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Perppu ini memperberat sanksi bagi pelaku kejahatan seksual, yakni hukuman mati, penjara seumur hidup, maksimal 20 tahun penjara dan minimal 10 tahun penjara. Perppu juga mengatur tiga sanksi tambahan, yakni kebiri kimiawi, pengumuman identitas ke publik, serta pemasangan alat deteksi elektronik (cip). (tfq/nrl)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads