"Ada peringatan dari Polres Jakarta Pusat, memberikan somasi agar tidak melewati batas waktu. Jam 18.30 peringatan sampai 19.15 tapi tidak kunjung bubar," kata Masirin di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jl Bungur Raya, Jakarta Pusat, Senin (13/6/2016).
Masirin mengaku saat peristiwa demo buruh, ia bertugas sebagai tim dokumentasi. Demo yang menuntut PP 78 2015 terkait upah murah menurut Masirin tidak anarkis, tetapi massa tidak mau bubar ketika batas waktu yang ditetapkan telah datang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Massa bisa dibubarkan sekitar pukul 20.00 WIB. Saat itu, Masirin berada di dekat mobil komando massa dan Kapolres Jakarta Pusat Kombes Hendro Pandowo, di depan Istana Merdeka. Ia mengaku mengawal massa buruh kembali untuk mengambil kendaraannya.
Dari massa yang dibubarkan itu, ada beberapa buruh dan pengacara LBH yang ditangkap. Pihak terdakwa, Tigor dan kuasa hukumnya menanyakan terkait dugaan kekerasan yang dilakukan polisi yang melakukan penangkapan kepada Masirin yang mendokumentasikan peristiwa itu.
"Handycam kan hanya digunakan untuk mengambil gambar buruh jadi hanya untuk dokumentasi saja, tapi gak terus-terusan takut baterainya habis. Makanya gak setiap peristiwa. Yang diambil gambar orasi," kata Masirin.
Kuasa hukum Tigor menanyakan apakah melihat adanya mobil komando yang dihancurkan petugas polisi. Namun, Masirin menjawab tidak tahu karena posisinya sedang mengawal massa buruh di Jl Medan Merdeka Barat.
Tim advokasi buruh, Maruli menyebut ada hal aneh yang diucapkan Masirin. Hal itu ia menduga ada yang ditutupi dari keterangan Masirin.
"Tidak mungkin kalau dia tidak tahu penangkapan itu, dia kan di lokasi dari pagi hingga malam masa dia tidak tahu. Pasti ada yang ditutupi," ujar Maruli
(imk/imk)











































