Dalam keterangan tertulis BNP2TKI, rapat tersebut digelar di Kantor Gubernur Kalimantan Barat, Jumat (10/6/2016). Sebelum rapat koordinasi dimulai, tim BNP2TKI dan KPK mengadakan pertemuan dengan Gubernur Kalimantan Barat Cornelis untuk menjelaskan permasalahan TKI di wilayah perbatasan Entikong.
"Tim menjelaskan juga solusi yang ditawarkan terhadap problem TKI dan dukungan kementerian dan lembaga negara pada program tersebut," ujar Ketua SPMO BNP2TKI yang juga selaku Staf Ahli Kepala BNP2TKI, Dedi Noor Cahyanto.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam pertemuan tersebut Gubernur Cornelis menyatakan mendukung penuh program tersebut. Gubernur Cornelis berharap bukan hanya Entikong tetapi juga daerah lain yang memiliki Pos Lintas Batas Negara (PLBN) seperti Aruk di Kabupaten Sambas, Nanga Badau di Kabupaten Kapuas Hulu, Jagoi Babang di Kabupaten Bengkayang dan Kabupaten Sintang.
Gubernur Cornelis juga berharap ada kewenangan yang diberikan kepada Pemerintah Provinsi dalam memberikan perlindungan TKI di luar negeri.
Program ini akan mulai kick off dibarengi penandatangan komitmen bersama setelah Hari Raya Idul Fitri. Rencananya akan dihadiri oleh Pimpinan KPK, Kepala BNP2TKI, Gubernur Kalbar, Menteri Tenaga Kerja, Pimpinan Kementerian dan lembaga terkait, Bupati Sanggau dan pimpinan SKPD terkait di Provinsi Kalimantan Barat.
Sementara itu, Tim dari KPK, Asep Suwanda dalam rapat koordinasi tersebut menyampaikan bahwa hadirnya KPK dalam tata kelola TKI ini dimulai sejak tahun 2013. Dimulai dengan adanya penelitian atas informasi yang berkembang di masyarakat tentang pelayanan TKI yang buruk selama ini.
"KPK hadir untuk memastikan layanan terhadap TKI bisa berjalan dengan baik dan terhindarkan dari unsur-unsur korupsi pada setiap tahapan proses pelayanan TKI," ujar Asep.
Asep Suwanda juga menyampaikan bahwa korupsi itu bersifat aditif sehingga sekali melakukan korupsi maka akan menimbulkan ketagihan. Asep berpesan agar menjauhi korupsi dan perilaku korup itu.
"Kami mengapresiasi program poros perbatasan sebagai salah satu program layanan terhadap TKI yang dilakukan secara komprehensif dan terintegrasi antar instansi terkait sehingga bisa menghadirkan pelayanan yang mudah, murah dan aman bagi TKI," jelasnya.
Untuk diketahui bahwa program poros perbatasan ini digagas sebagai program nasional dengan Nunukan sebagai pilot project dan tuntas di tahun 2015 yang kemudian akan dilanjutkan di Entikong dan Batam pada tahun 2016.
Program ini merupakan program One Stop Services karena terintegrasi dengan Imigrasi, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, Dinas Ketenagakerjaan, RSUD dan instansi lainnya. Para TKI nantinya mengurus dokumen, termasuk paspor, diberikan pelatihan kerja serta wawasan kebangsaan selama 5 hari kerja sudah selesai dan siap untuk bekerja di luar negeri. Termasuk pelatihan kewirausahaan bagi TKI yang dideportasi dari Sarawak, Malaysia.
Program tersebut dijalankan dengan menggunakan pendekatan baru yaitu mengedepankan prinsip empati dan capacity building dalam menyelesaikan masalah TKI perbatasan melalui layanan dokumen dan pelatihan secara gratis disertai dengan penyaluran kerja ke perusahaan yang membutuhkan. Diharapkan dengan berjalannya program ini, maka bisa mengatasi permasalahan TKI di daerah perbatasan Entikong dan juga dapat diterapkan di daerah perbatasan lainnya. (ega/dha)











































