Menurut Saiman, lahan TPU seluas 16,9 hektar sudah diisi 47 ribu lebih makam. Jadi kalau untuk makam baru, itu memakai lahan kedaluwarsa yang izinnya tidak diperpanjang oleh ahli waris.
"Mungkin yang disebut makam fiktif itu makam yang sudah kedaluwarsa. Jumlahnya ada ratusan di sini. Kalau untuk lahan baru untuk makam sudah tidak mungkin, sudah penuh semua," ujar Saiman saat ditemui di kantornya, Jl KH Mas Mansyur, Jakpus, Jumat (10/6/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Informasi dari masyarakat, lanjut Saiman, sangat diperlukan bagi pengelola makam. Karena pengelola tidak mungkin melakukan pengecekan kepada para Pekerja Harian Lepas (PHL) dan non PHL yang sehari-hari bekerja sebagai pengurus makam karena kurangnya ketersediaan petugas keamanan. Dirinya juga tidak menampik kemungkinan adanya oknum pekerja non PHL yang memperjual belikan tanah makam.
"Disini petugas keamanan tiap shift nya hanya ada 3 orang yang bekerja siang malam untuk mengawasi 16,9 hektar. Jadi informasi dari masyarakat sangat dibutuhkan bila terjadi kecurangan di lapangan," tuturnya.
Dirinya mengatakan saat ini pengelola TPU Karet Bivak sedang fokus memperbaiki persoalan seperti jual beli makam dan korupsi yang dilakukan oleh para pengurus makam di lapangan. Sosialisasi terus dilakukan kepada para kerjanya dilapangan dengan memberi tahu apa aja tugas pokok para pengurus makam.
"Yang sudah kami lakukan dilakukan adalah mengingatkan yang dilapangan apa tugas pokok mereka dan jangan melakukan kegiatan diluar tugas supaya tidak terjadi potensi korupsi," pungkasnya.
Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengungkap adanya makam fiktif, yakni makam yang sudah ada batu nisannya tapi tak ada mayat di dalamnya. Ini adalah bentuk manipulasi pengelolaan makam.
Makam sepert ini, kata Ahok, bertebaran di tempat-tempat pemakaman umum di Ibu Kota. Ini adalah pelanggaran. Salah satunya, makam fiktif ini ada di TPU Karet Bivak, Tanah Abang, Jakarta Pusat.
"Ada beberapa TPU lah. Di Karet Bivak juga ada dulu. Makanya kita lagi telusuri," kata Ahok Ahok Kamis (9/6/2016). (rvk/rvk)











































