Kisah Sakiko dan Tantangan Menjadi Muslimah di Negeri Sakura

Kisah Sakiko dan Tantangan Menjadi Muslimah di Negeri Sakura

Kiki Larasati - detikNews
Jumat, 10 Jun 2016 11:49 WIB
Sakiko Kanan/ Foto: Tim Jazirah Islam/ Trans7
Jakarta - Jepang adalah negara di Asia Timur yang terkenal dengan teknologi dan tata kehidupan yang modern, tapi tidak melupakan budaya dan tradisinya. Namun diantara lalu lalang dan hiruk pikuk kesibukan warganya, apakah Islam sempat singgah dan memberi rona kehidupan di negara ini?

Sebagai agama mayoritas, banyak kita jumpai shrine atau kuil Shinto di tiap sudut kota Jepang. Shinto adalah agama kuno yang percaya pada kekuatan benda, alam, atau roh. Penganut Shinto datang untuk berdoa secara lisan, atau menyematkan keinginan mereka di sebuah papan kayu kecil.

Jika dibandingkan dengan negara lain, Islam di Jepang memang terhitung masih belia. Kurang dari 1 persen komunitas muslim diantara 127 juta jiwa. Ada 100 ribu muslim di Jepang, dengan hanya 10 ribu diantaranya adalah warga asli Jepang. Sungguh angka yang masih sangat minim.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sakiko Okuri, muslimah asli Jepang yang baru memeluk Islam selama 6 bulan. Perempuan 22 tahun ini baru saja pulang dari Vancouver, Canada untuk bekerja selama satu tahun. Disanalah ia mengenal Islam dari teman-temannya yang berasal dari Arab Saudi, dan akhirnya mengucap dua kalimat syahadat.

"Hidup saya terasa lebih baik, saya merasa lega, lebih bijak dan tidak merasa khawatir. Semua saya serahkan pada Allah SWT," jelas Sakiko.

Bukan keputusan yang mudah bagi Sakiko menjadi muslimah. Ketika ia harus menyembunyikan keimanannya, terutama dari ayahnya.

"Ibu sudah tahu, tapi ayah belum. Belum waktunya saya memberi tahu beliau kalau saya sudah muslim, insyaAllah segera. Tapi saya takut ia bilang tidak baik", cerita Sakiko.

Ia khawatir keluarganya akan mendapat anggapan miring dan diperlakukan buruk oleh warga sekitar.

Ketakutan akan Islam memang sempat menghantui warga Jepang semenjak peristiwa 9/11. Mereka mengklaim Islam adalah agama teroris.

Beruntung ibu Sakiko memaklumi keputusannya. Meski restu tidak datang dari anggukan kepala, tapi beliau memahami pilihan hidup anaknya.

Diantara teman-temannya, hanya satu yang mengetahui tentang keislamannya, yakni sahabatnya Honoka. Honoka menghargai dan menghormati keputusan Sakiko yang sudah ia kenal selama 3 tahun itu.

Menjadi mualaf membuat Sakiko bertekad untuk terus belajar tentang Islam. Agar suatu saat ia dapat mengenalkan Islam ke keluarganya. Meski mualaf, Sakiko selalu mengenakan hijab ketika di Vancouver, Kanada. Ia bisa dengan leluasa memakainya disana, tanpa rasa was-was.

Tapi keadaan berkata lain. Ketika ia kembali ke Tokyo, dengan berat hati Sakiko harus melepas jilbabnya saat dirumah atau ditengah keramaian agar bisa berbaur dengan yang lainnya.

Sakiko kini masih terus belajar membaca Al-Quran, dan huruf Kanji membantunya untuk memahami makna yang tersirat dalam ayat-ayat Allah ini. Surat Al-Baqarah ayat terakhir adalah favoritnya, yang menjadi pengingat dan penguat ketika rasa khawatir datang.








Kisah selengkapnya saksikan di Jazirah Islam, tayang setiap hari pukul 04.45 WIB di Trans7. (ega/ega)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads