Perintah tertulis itu dikirim Sekretaris Negara Pratikno kepada Menteri Hukum dan HAM Nomor B-495/M.Sesneg/D-1/HK.03.00/06/2016.
"Keluarnya izin prakarsa Presiden itu dapat dimaknai Presiden kurang berkenan terhadap tata kelola benda sitaan saat ini," kata ahli hukum tata negara Dr Bayu Dwi Anggono kepada wartawan, Jumat (10/6/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dan justru dalam praktiknya benda sitaan rawan disalahgunakan oleh oknum-oknum di penyidik untuk kepentingan pribadi," ucap Bayu.
Kedua, Presiden ingin secepatnya para penyidik tertib hukum dengan tidak menyimpan dan mengelola sendiri benda sitaan. Presiden ingin pengelolaan dipercayakan sepenuhnya kepada Rupbasan Kementerian Hukum dan HAM yang mendapat kewenangan atribusi langsung dari KUHAP untuk menyimpan dan mengelola benda sitaan.
"Ketiga, Presiden sangat memberi perhatian kepada perlindungan hak warga negara terhadap benda sitaan," ucap Bayu.
![]() |
"Untuk itu perintah Presiden ini harus segera ditindaklanjuti oleh para pembantunya dengan segera merealisasikan Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur perbaikan tata kelola Rupbasan," cetus Direktur Pusat Kajian Pancasila dan Konstitusi (Puskapsi) Universitas Jember itu.
Tumpang tindihnya pengelolaan benda sitaan itu salah satunya disebabkan regulasi yang tidak mencukupi. KUHAP yang telah berusia 34 tahun dan memerintahkan dibentuknya Rupbasan tidak disentuh untuk disesuaikan dengan zaman. Alhasil, pengelolaan aset itu menjadi tidak terjaga dan negara malah merugi triliunan rupiah.
"Para pembantu Presiden dalam membahas rancangan ini nantinya juga harus menghindarkan diri dari ego sektoral terutama dengan tidak lagi memperdebatkan instansi mana yang paling berhak untuk mengelola benda sitaan. Mengingat Presiden sudah menentukan sikap bahwa semua benda sitaan tetap dikelola oleh Rupbasan sebagaimana amanat KUHAP," papar Bayu.
Pengelolaan benda sitaan dan rampasan diatur dalam Pasal 44 KUHAP, Pasal 45 dan Pasal 46 KUHAP. Pasal itu berbunyi:
Pasal 44
(1) Benda sitaan disimpan dalam rumah penyimpanan benda sitaan negara.
(2) Penyimpanan benda sitaan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dan tanggung jawab atasnya ada pada pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan dan benda tersebut dilarang untuk dipergunakan oleh siapa pun juga.
Pasal 45
(1) Dalam hal benda sitaan terdiri atas benda yang dapat lekas rusak atau yang membahayakan, sehingga tidak mungkin untuk disimpan sampai putusan pengadilan terhadap perkara yang bersangkutan memperoleh kekuatan hukum tetap atau jika biaya penyimpanan benda tersebut akan menjadi terlalu tinggi, sejauh mungkin dengan persetujuan tersangka atau kuasanya dapat diambil tindakan sebagai berikut:
a. apabila perkara masih ada di tangan penyidik atau penuntut umum, benda tersebut dapat dijual lelang atau dapat diamankan oleh penyidik atau penuntut umum, dengan disaksikan oleh tersangka atau kuasanya;
b. apabila perkara sudah ada di tangan pengadilan, maka benda tersebut dapat diamankan atau dijual yang oleh penuntut umum atas izin hakim yang menyidangkan perkaranya dan disaksikan oleh terdakwa atau kuasanya.
(2) Hasil pelelangan benda yang bersangkutan yang berupa uang dipakai sebagai barang bukti.
(3) Guna kepentingan pembuktian sedapat mungkin disisihkan sebagian kecil dan benda sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
(4) Benda sitaan yang bersifat terlarang atau dilarang untuk diedarkan, tidak termasuk ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dirampas untuk dipergunakan bagi kepentingan negara atau untuk dimusnahkan.
Pasal 46
(1) Benda yang dikenakan penyitaan dikembalikan kepada orang atau kepada mereka dan siapa benda itu disita, atau kepada orang atau kepada mereka yang paling berhak apabila:
a. kepentingan penyidikan dan penuntutan tidak memerlukan lagi;
b. perkara tersebut tidak jadi dituntut karena tidak cukup bukti atau ternyata tidak merupakan tindak pidana;
c. perkara tersebut dikesampingkan untuk kepentingan umum atau perkara tersebut ditutup demi hukum, kecuali apabila benda itu diperoleh dan suatu tindak pidana atau yang dipergunakan untuk melakukan suatu tindak pidana.
(2) Apabila perkara sudah diputus, maka benda yang dikenakan penyitaan dikembalikan kepada orang atau kepada mereka yang disebut dalam putusan tersebut kecuali jika menurut putusan hakim benda itu dirampas untuk negara, untuk dimusnahkan atau untuk dirusakkan sampai tidak dapat dipergunakan lagi atau jika benda tersebut masih diperlukan sebagal barang bukti dalam perkara lain. (asp/nrl)












































