"Sebenarnya logikanya sederhana. Ini kan aplikasi hukum, bukan tindakan medis. Memang bukan untuk menyembuhkan," kata Asrorun dalam perbincangan dengan detikcom menanggapi sikap IDI, Kamis (9/6/2016).
![]() |
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lalu bila hukuman mati dengan cara ditembak diganti menjadi suntik mati, apakah dokter juga akan menolak? Padahal eksekutor untuk menyuntik hanya dimiliki oleh dokter. "Makanya perspektifnya harus utuh, tak parsial," ujar Niam.
Selain IDI menolak mengeksekusi hukuman kebiri, Majelis Kode Etik Kedokteran (MKEK) juga akan memberi sanksi bagi dokter yang jadi eksekutor hukuman kebiri. Sanksi itu adalah dokter dikeluarkan dari profesinya. MKEK juga beralasan bahwa dalam sumpah dokter dikatakan, dokter tidak akan menggunakan pengetahuannya untuk hal-hal lain yang bertentangan dengan kemanusiaan.
Justru, kata Niam, menjadi eksekutor hukuman kebiri adalah untuk menegakkan kepentingan kemanusiaan.
"Justru ini perpektifnya untuk kepentingan kemanusiaan dalam rangka mencegah kekerasan terhadap anak," pungkas Niam.
Perppu Perlindungan Anak atau yang populer juga disebut sebagai Perppu Kebiri mengatur hukuman tambahan di samping pidana pokok bagi pelaku kejahatan seksual kepada anak. Perppu ini keluar menyusul banyaknya kekerasan seksual yang mengincar anak-anak. (bag/nrl)












































