"Secara umum UU ini tidak memuaskan, karena terlalu diburu-buru oleh tahapan. Asumsinya revisi UU harus selesai sebelum tahapan. Tapi sebenarnya karena terburu-buru begitu jadi tidak maksimal," ucap Jimly usai sidang di DKPP Gedung Bawaslu, Jl MH Thamrin, Jakarta, Rabu (8/6/2016).
Jimly mencontohkan, soal definisi Pilkada pemilu satu putaran yang tidak dirinci dalam UU Pilkada. Padahal itu ada kaitannya dengan peradilan pemilu. Namun karena DPR buru-buru mensahkan UU Pilkada, maka tak semua tersentuh.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dengan demikian kata Jimly, terbuka jika ada pihak yang ingin mengajukan judicial review ke MK. Namun dia menyebut tidak elok jika judicial review itu dilakukan KPU atau penyelenggara pemilu lain.
"Bagaimanapun KPU, Bawaslu, DKPP kan sudah pernah dimintai masukan. Walaupun masukannya itu, entah dibaca atau ndak. Itu soal kedua. Bahwa sebagai lembaga yang punya peran di bidang itu sudah dilibatkan, termasuk dengan Menko Polhukam juga saya datang," kata Jimly.
Sebagaimana diketahui, UU Pilkada disahkan pada Kamis (2/6) lalu, saat tahapan Pilkada yang disusun KPU sudah mulai berjalan. KPU selanjutnya akan menuangkan ketentuan dalam UU Pilkada dalam beberapa Peraturan KPU (PKPU).
Baca juga: Ini Poin-poin Perubahan dalam UU Pilkada yang Disahkan DPR (miq/tor)











































