Dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi III, Kepala BNN Budi Waseso memaparkan rincian anggaran lembaga yang dipimpinnya. Mengikuti adanya aturan penghematan anggaran, BNN melakukan penghematan sebesar Rp 65,50 Miliar.
Pagu awal BNN sebesar Rp 1,36 T namun pagu BNN perubahan disebutkan Komjen Buwas sebesar Rp 2,13 T. Selain itu, BNN juga memiliki tambahan kebutuhan mendesak sebesar Rp 741,7 M. BNN juga mendapat reward atau tambahan dana sebesar Rp 90 M.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu Sestama BNPT R Gautama menjelaskan bahwa pihaknya mendapat tambahan alokasi belanja pada RAPBN-P 2016 sebesar Rp 200,2 M dari anggaran semula sebesar Rp 531,9 M. Tambahan akan digunakan untuk dukungan ADM dan SDM.
BNPT juga meminta penambahan anggaran sebesar Rp 244 M. Dana tersebut diperlukan untuk memenuhi perlalatan komunikasi, intelijen dan peralatan pengamanan, serta pengamanan kawasan. Lembaga yang dipimpin Tito Karnavian itu melaukan penghematan dengan ditundanya pembelian lahan yang seharusnya dijadikan untuk kantor BNPT.
Hampir seluruh fraksi menyayangkan soal adanya pemotongan. Sebab masalah narkotika dan terorisme menjadi persoalan serius yang ada di Indonesia.
"BNN dengan pemotongan anggaran saya agak sedikit miris karena ini bisa terjadi hal yang tidak kita inginkan. karena barang bukti di BNN barbuk panas yang bisa jadi uang dengan secepatnya. Bisa menjual barbuk itu untuk menutup anggaran," ujar anggota Komisi III Wihadi Wiyanto.
"Jangan BNN nanti B nya jadi bandar, dengan alasan kekurangan anggaran," sambung anggota Fraksi Gerindra itu.
Sementara itu anggota Komisi III dari Fraksi NasDem, Taufiqul Hadi bertanya kepada BNN maupun BNPT apakah pengurangan anggaran dapat mempengaruhi kinerja. Ini disebutnya baru pertama kali APBN-P mengalami pemotongan.
"Kami memahami kondisi keuangan kenegaraan kita. Tapi tidak boleh abai soal terorisme dan narkotika. Apakah pemotongan mengganggu Masih mampu tidak melakukan kegiatan tersebut dengan efektif dengan adanya pemotongan ini?" tanya Taufiq.
Menanggapi hal tersebut, Buwas menyatakan bahwa sebenarnya ada pengaruh dari adanya pemotongan anggaran. Apalagi BNN memerlukan kebutuhan mendesak terutama untuk moderinisasi peralatan sebab saat ini bandar dan jaringannya sudah memiliki peralatan yang sangat canggih.
"Pasti ada pengaruhnya, tapi kami harus memahami keuangan negara. Rupanya relatif mahal. Tapi kita azas prioritas, mana alat yang paling dibutuhkan. Kekuatan BNN terbatas tapi ancaman yang dihadapi luar biasa," sebut Buwas.
Mantan Kabareskrim itu memberi contoh soal pengungkapan kasus narkoba di bandara dan pelabuhan yang kerap bobol karena keterbatasan alat. Salah satunya adalah X Ray. Tapi itu bisa ditanggulangi oleh adanya pasukan anjing pelacak atau yang kerap disebut K-9.
"Tapi membentuk kekuatan sulit dan mahal. Maka kita sedang cari solusi. Selama ini kita ambil anjing dari Amsterdam dan Jerman, rata 120-125 juta. Kalau pakai anjing lokal bisa lebih murah, hanya Rp 10 juta. Tapi pelatihnya yang belum ada. Maka kita kemarin mengirim anggota untuk belajar melatih," jelasnya.
Padahal untuk pasukan anjing pelacak ini, Presiden Jokowi menginginkan agar setiap BNNP memiliki pasukan K-9. Sehingga dana yang diperlukan cukup banyak.
"Keinginan bapak presiden kalau BNNP punya 3 (unit), artinya butuh 2.000 ekor. Itu yang sulit. Kita bentuk 40 saja, butuh waktu 4 bulan," tutup Buwas. (ear/van)











































