Berdasarkan keterangan psikolog Yuliana Ratih dan Suryo Narmodo, kejiwaan Benni normal.
"Dari hasil pemeriksaan psikologis secara umum dapat disimpulkan bahwa subyek adalah individu yang normal dan kepadanya masih bisa dimintai pertanggungjawaban secara hukum atas perbuatannya," ucap majelis hakim yang tertuang dalam putusan Pengadilan Negeri (PN) Sumenep yang dibacakan dalam sidang vonis pada Selasa (7/6/2016) petang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Oleh karena itu didapati petunjuk Benni mampu merencanakan/mampu berpikir apabila gagal membawa isteri dan anak-anaknya maka Benni melakukan cara lain yaitu melaksanakan ancaman untuk membunuh seluruh keluarga," ucap majelis.
Pria kelahiran 5 Mei 1979 itu menyelinap masuk ke rumah mertuanya di Jalan KH Zainal Arifin, Bangselok, Sumenep, Jawa Timur, pada 21 Oktober 2015. Sejurus kemudian, senjata tajam yang telah diasahnya itu mencabut nyawa tiga orang yaitu:
1. Istrinya, Saradina Rahman.
2. Mertuanya, Suhariah.
3. Mertuanya, Abdul Rahman.
4. Menusuk keponakannya, Hengky Turnando Firyono dan bisa diselamatkan.
Kejahatan durjana itu dilihat dengan mata telanjang Rafi.
"Secara umum subyek menunjukkan kapasitas intelektual yang tergolong cukup. Gambaran kepribadian yang menonjol yaitu cenderung pasif agresif, impulsif, konsep diri yang kurang matang," ujarnya.
![]() |
"Bahwa pidana mati tidak bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 28 A dan Pasal 28 I ayat 1, perkecualian terdapat dalam Pasal 28 J UUD 1945 di mana negara diberikan hak untuk memberikan pembatasan-pembatasan dengan undang-undang terhadap hak asasi manusia, termasuk hak untuk hidup, maka hukuman mati adalah konstitusional karena tidak bertentangan dengan UUD 1945," ucap majelis dengan suara bulat. (asp/nrl)












































