"Saya pernah melihat sendiri istri saya sering berduaan dengan laki-laki lain. Saya pernah melihat sendiri tapi saya tidak tahu laki-laki tersebut," kata Benni dalam pengakuannya yang tertuang dalam putusan Pengadilan Negeri (PN) Sumenep yang dibacakan dalam sidang vonis pada Selasa (7/6/2016) petang.
Setelah kejadian itu, Benni dan isrinya, Saradina Rahman kerap terlibat percekcokan. Benni yang sehari-hari menjadi tukang parkir di Surabaya pulang ke Sumenep pada 21 Oktober 2015 dan sampai di rumah mertuanya pada dini hari. Benni mengaku berniat menjemput anaknya sedangkan senjata tajam yang dibawanya disiapkan apabila ada perlawanan dari keluarga Saradina.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
1. Istrinya, Saradina Rahman.
2. Mertuanya, Suhariah.
3. Mertuanya, Abdul Rahman.
4. Menusuk keponakannya, Hengky Turnando Firyono dan bisa diselamatkan.
Pembantaian durjana itu dilihat dengan mata telanjang Rafi.
"Sebelum menusuk istri saya, saya melihat anak saya (Rafi) di dekat istri saya dan langsung mengambil pisau ketika isteri saya berteriak dan saya panik," tutur Benni.
Usai membunuh keluarganya, Benni kabur lewat jendela dan sembunyi di rerimbunan. Ia baru tahu istri, keponakan dan mertuanya tewas setelah dia ditangkap polisi.
![]() |
"Bahwa pidana mati tidak bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 28 A dan Pasal 28 I ayat 1, perkecualian terdapat dalam Pasal 28 J UUD 1945 di mana negara diberikan hak untuk memberikan pembatasan-pembatasan dengan undang-undang terhadap hak asasi manusia, termasuk hak untuk hidup, maka hukuman mati adalah konstitusional karena tidak bertentangan dengan UUD 1945," ucap majelis dengan suara bulat. (asp/nrl)












































