"Itu kan proses hukumnya masih berlangsung. Saya belum lihat amar putusannya seperti apa. Tetapi proses hukumnya masih berjalan, jadi belum berkekuatan hukum tetap. Maka secara administratf izinnya masih berlaku, berarti sanksi dari kami, dari KLHK masih berlaku. Kita ikuti terus sampai nanti berkekuatan hukum tetap," ujar Menteri Siti kepada wartawan usai berbuka puasa bersama di kantor DPP NasDem, Jl Gondangdia, Jakpus, Selasa (7/6/2016).
Siti meyakini Pemprov DKI akan mengajukan banding atas putusan terhadap pulau buatan tersebut. "Pasti banding, nggak bakal nggak," sebutnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pulau G sendiri sudah disegel oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) berdasarkan SK nomor 354 yang dikeluarkan oleh Menteri LHK Siti Nurbaya.
Pada Selasa 15 November 2015 lalu, Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) mendaftarkan gugatan ke PTUN terkait pemberian izin reklamasi Pulau G. Mereka menggugat SK Gubernur DKI Nomor 2.238 Tahun 2014 tentang Pemberian Izin Reklamasi Pulau G kepada anak perusahaan Agung Podomoro Land dan PT MWS.
KLHK menyegel tiga pulau reklamasi yakni Pulau C, Pulau D, dan Pulau G di Teluk Jakarta agar pembangunannya dihentikan sementara. Menteri Siti juga meminta Pemda DKI untuk membatalkan reklamasi Pulau E.
Siti sebelumnya menuturkan reklamasi Pulau E bisa dibatalkan karena masih rencana pembangunan. Sementara Pulau C dan D mesti harus diperbaiki lagi AMDAL-nya.
"Karena dia dalam satu dokumen AMDAL dan dengan situasi yang ada dan teknis yang berjalan maka C, D di perbaiki dan Pulau E dibatalkan saja karena masih rencana. Yang G dihentikan juga disuruh perbaiki beberapa karena kan beda perusahaan," kata Siti, Kamis (12/5).
Putusan hakim PTUN Jakarta pada Selasa (31/5) mengabulkan gugatan pihak nelayan terhadap izin reklamasi yang diterbitkan Ahok untuk PT MWS atas Pulau G.
Dalam putusannya, hakim menilai izin reklamasi tersebut akan menimbulkan banyak dampak buruk untuk lingkungan, sosial, dan ekonomi serta mengganggu objek vital.
(fdn/dnu)