"Saya ditanya mengenai peristiwa itu, masalah suap menyuap itu. Tetapi saya tidak tahu peristiwa itu. Saya tahu setelah peristiwa itu terjadi," kata Zailani usai diperiksa sebagai saksi di KPK, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Senin (6/6/2016).
Zailani juga mengaku tidak tahu tentang jatah Rp 10 juta yang diterima Badaruddin. Tentang duit Rp 10 juta itu diungkapkan oleh pengacara Badaruddin, Rahmat Aminudin.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Sebelumnya, Rahmat mengatakan bahwa kliennya, Badaruddin, menerima Rp 10 juta usai mengantar paket untuk Ketua Pengadilan Negeri Kepahiang, Janner Purba. Badaruddin mengantongi Rp 10 juta dalam 2 termin.
"Rp 10 juta itu dikasih dari hakim JP (Janner Purba) ke Badarudin, klien saya. Badarudin enggak nanya (peruntukan duit tersebut). Dia ambil saja," ujar Rahmat sebelumnya.
"Dari S (Syafri) diteruskan ke hakim T (Toton). Enggak dapat apa-apa, tapi dari JP dikasih Rp 10 juta," sambungnya.
Uang itu diduga merupakan bagian dari janji vonis bebas bertarif Rp 1 miliar yang diberikan dua terdakwa perkara dugaan korupsi honor Dewan Pembina RSUD M Yunus yaitu Syafri Syafei dan Edy Santoni.
Sementara itu, saksi lainnya yaitu Novita yang berprofesi sebagai jaksa lebih banyak menghindar usai diperiksa KPK. Novita hanya mengaku diperiksa terkait dengan persidangan 2 terdakwa tersebut.
"Soal persidangan saja. Itu aja," kata Novita.
Novita terus menghindar ketika ditanya wartawan. Sejurus kemudian ada seorang laki-laki yang menyebut bahwa Novita tengah hamil 7 bulan.
"Jangan dipaksa. Lagi hamil nih, hamil tujuh bulan," kata laki-laki tersebut.
![]() |
Sebelumnya pada hari ini, penyidik KPK memeriksa sejumlah saksi terkait kasus tersebut. Para saksi yang diperiksa yaitu Dodi Safrizal (anggota Polsek Kepahiang), Novita (PNS/jaksa), Idram Kholik (swasta), A Yamin (penasihat hukum), Joni Aprizal (PNS/staf perdata pada PN Bengkulu), Toton (anggota majelis hakim PN Bengkulu), Zailani Syihab (panitera PN Tipikor Bengkulu), dan Hendriansyah (sopir).
Kasus ini berawal ketika KPK menangkap sejumlah orang pada Senin, 23 Mei 2016 di wilayah Kepahiang, Bengkulu. Setelah para pihak tersebut diperiksa secara intensif, KPK menetapkan 5 orang sebagai tersangka.
Kelima orang tersangka itu disangka terlibat dalam kasus suap pengamanan sidang perkara dugaan korupsi honor Dewan Pembina RSUD Dr M Yunus Bengkulu di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bengkulu. Para tersangka yang ditetapkan yaitu hakim tipikor yang juga merupakan Ketua PN Kepahiang, Janner Purba; hakim ad hoc PN Tipikor Bengkulu, Toton; panitera PN Bengkulu Badarudin Amsori Bachsin, Kabag Keuangan RSUD M Yunus Bengkulu, Safri Syafei, dan mantan Wakil Direktur Keuangan RSUD M Yunus Bengkulu, Edy Santoni.
KPK menyangka Janner, Toton, dan Badarudin sebagai pihak penerima suap sebesar Rp 650 juta dari Rp 1 miliar yang dijanjikan oleh Safri dan Edy. Duit itu diberikan agar Safri dan Edy mengantongi vonis bebas dalam perkara dugaan korupsi honor Dewan Pembina RSUD M Yunus Bengkulu.
Janner dan Toton kemudian dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau b atau c atau Pasal 6 ayat 2 atau Pasal 11 Undang-undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Kemudian untuk Badaruddin, penyidik KPK menjeratnya dengan Pasal 12 huruf a atau b atau c atau Pasal 6 ayat 2 atau Pasal 5 ayat 2 atau Pasal 11 Undang-undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Sedangkan untuk Safri dan Edy selaku pemberi suap dijerat dengan Pasal 6 ayat 1 atau pasal 6 ayat 1 huruf a atau b dan atau Pasal 13 Undang-undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP. (dha/jor)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini