"Kasus ini telah ditangani oleh Fisipol UGM sejak tanggal 25 Januari 2016," ujar Dekan Fisipol UGM Dr Erwan Agus Purwanto MSi kepada detikcom, Jumat (3/6/2016).
Sanksi yang diberikan setelah melalui beberapa tahapan yakni Fisipol UGM melakukan rapat gabungan antara Dekanat, Ketua Senat Fakultas, dan Pengurus Departemen.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sanksi kedua yang diberikan kepada dosen berjenis kelamin pria itu adalah membatalkan usulan EH sebagai kepala pusat kajian. Ketiga, Fisipol juga mewajibkan yang bersangkutan mengikuti program konseling dengan Rifka Annisa Women's Crisis Center untuk menangani perilaku negatif.
"Khususnya yang terkait pelecehan seksual," imbuhnya.
Sanksi tersebut diberlakukan terus, kata Erwan, sampai EH mampu melakukan perbaikan perilaku berdasarkan hasil konseling dari Rifka Annisa Women's Crisis Center.
"Jika ditemukan fakta-fakta baru yang belum terungkap sebelumnya, maka Fisipol akan memberikan sanksi yang lebih berat kepada yang bersangkutan," urainya.
Sanksi-sanksi tersebut diberikan atas dua pertimbangan. Pertama, kata Erwan, peraturan disiplin kepegawaian PNS dan etika perilaku dosen yang dikeluarkan oleh UGM.
"Kedua, kami masih memiliki harapan yang bersangkutan akan berubah dengan cara memberi kesempatan untuk konseling yang diawasi oleh fakultas," ujar Erwan.
Erwan menabahkan, figur EH dikenal sebagai dosen yang cerdas, pekerja keras dan egaliter, sehingga dekat dengan mahasiswanya.
Untuk mengantisipasi agar kasus tersebut tidak berulang di masa mendatang, Fisipol menggelar kampanye Zero Tolerance terhadap pelecehan seksual dengan melibatkan dosen dan mahasiswa.
"(Kampanye) Bekerjasama dengan Rifka Annisa Women's Crisis Center sejak Februari 2016," pungkasnya. (sip/trw)