Keahlian Herman bersama rekan-rekannya ditunjukkan dalam acara "Papua Day" yang digelar di halaman Pusat Kebudayaan Koesnadi Hardjasoemantri (PKKH) Universitas Gadjah Mada (UGM) di Yogyakarta, Jumat (3/6/2016) sore.
Bersama dua rekannya Johanis dan Leo dia mengukir sebuah suvenir seperti perisai, jimbe yang terbuat dari kayu merbau. Dia telah berkeliling Indonesia untuk pameran hasil pahatan/ukiran suku Kamoro yang diprakarsai PT Freeport Indonesia. Dengan cekatan, dia menggunakan sebuah pisau ukir dan bantalan kayu sebagai palu dia menyelesaikan ukirannya.
"Semua orang pasti punya keinginan untuk maju. Saya dan teman-teman dari Kamoro yang masih melanjutkan tradisi budaya mengukir kayu juga ingin maju," ungkap Herman di sela-sela kegiatan mengukir.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Foto: Bagus Kurniawan/detikcom |
Herman mengaku setelah lulus SMA dia bermimpi bisa melanjutkan kuliah. Namun ternyata beasiswa yang disediakan terbatas dan dia tidak lolos mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan studi. Dengan adanya bantuan dari sponsor ternyata Herman dan beberapa rekannya bisa berkeliling Indonesia seperti Jakarta dan Yogyakarta untuk memperkenalkan tradisi dan budaya Suku Kamoro.
"Itu yang kami yakini, meski dengan mengukir yang merupakan tradisi turun temurun, kami bisa maju," papar Herman yang tinggal di wilayah Wonosarijaya, Mimika, Papua itu.
Dia juga berkeinginan di Mimika ada musuem yang menyimpan semua benda-benda dari masyarakat suku Kamoro. Saat ini sudah ada yayasan yang membantu mengembangkan seni budaya di Kamoro.
Luluk Intarti, salah satu pendamping, mengungkapkan dirinya telah mendampingi suku Kamoro sejak tahun 1997. Selain mendampingi Suku Kamoro dalam kegiatan seni ukir, dia juga mensupport dengan mengumpulkan berbagai benda-benda milik suku Kamoro yang bisa disimpan di sebuah museum.
"Lahan atau tanah untuk museum sudah ada, saat ini untuk pembangunannya masih mencari donatur agar cepat terwujud," kata Luluk. (bgs/trw)












































Foto: Bagus Kurniawan/detikcom