Arsul Sani kini duduk di Komisi III DPR. Dia juga merupakan Tim Kuasa Hukum DPR untuk perkara di MK. Menurut Arsul, niat Humphrey mengajukan uji materi atas UU Pilkada, terutama Pasal 40a, menunjukkan ketidakpahaman atas aturan beracara di MK.
"Kalau DF (Djan Faridz -red) atau Humphrey mau gugat dengan baju PPP, maka ya tidak bisa, karena PPP adalah parpol yang memiliki fraksi di DPR. Dan Fraksi PPP ikut membahas dan menyetujui RUU Pilkada untuk disahkan sebagai UU, baik dalam pembahasan tingkat Panja, Komisi II maupun di rapat paripurna DPR," kata Arsul kepada wartawan, Jumat (3/6/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Marilah berbesar hati untuk turut islah sebagaimana yang juga telah dilakukan oleh sebagian besar kubu DF di daerah. Mereka saat ini mulai melakukan islah dengan menyusun ulang kepengurusan atau melakukan musyawarah wilayah sesuai aturan dan kesepakatan yang terbangun," ujar Arsul.
"Adalah dosa besar terus-terusan menggunakan baju upaya hukum, tapi tujuan sebenarnya adalah melakukan destabilisasi PPP," pungkasnya.
Humphrey keberatan dengan pasal 40a UU Pilkada yang mengatur soal parpol berkonflik yang berhak ikut pilkada. UU Pilkada mengatur pihak berkonflik di internal parpol yang bisa ikut pilkada adalah yang memegang putusan dari Mahkamah Partai. Lalu, Menkum HAM yang akan menentukan peserta pilkada berdasarkan putusan Mahkamah Partai. Humphrey berniat menggugat pasal itu, dengan nama DPP PPP.
"UU Pilkada yang baru disahkan tersebut terjadi ketidaksinkronan khususnya pasal 40a. Karena jelas-jelas bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 1 ayat 3 yang menyatakan bahwa Indonesia adalah Negara Hukum. Untuk itu DPP PPP akan mengajukan Judicial Review terhadap UU Pilkada tersebut," kata Humphrey melalui keterangan tertulisnya, Jumat (3/6/2016). (tor/erd)











































