Mengenal Ragam Kehidupan Muslim di Ekuador

Ramadan 2016

Mengenal Ragam Kehidupan Muslim di Ekuador

Kiki Larasati - detikNews
Kamis, 02 Jun 2016 13:26 WIB
Stefania Bergamis Biru/ Foto: Tim Jazirah Islam Trans7
Quito - Sama halnya dengan Indonesia, Ekuador juga dilalui garis ekuator atau khatulistiwa. Dari sinilah nama Ekuador berasal. Dari Indonesia di ujung timur khatulistiwa, tariklah garis lurus hingga ke ujung barat bumi. Di sanalah Ekuador berada.

94 persen penduduk Ekuador adalah penganut Katolik. Agama yang dibawa Spanyol, ketika menjajah negara ini selama 300 tahun.

Kesamaan antara Katolik dengan kepercayaan lama yang dianut warga Ekuador, membuat Katolik mendarah daging di negara tersebut dari generasi ke generasi. Namun di antara 14 juta warganya, ternyata ada segelintir muslim yang memberi warna di Ekuador.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Setidaknya ada 0,13 persen atau 19 ribu muslim. Dibandingkan negara-negara lain di Amerika Latin, Islam memang terbilang baru. Jumlahnya pun masih sangat minim. Namun semangat muslim disini telah mampu membuat lompatan besar. Dari titik nol, Islam terus berkembang hingga mampu menciptakan identitas sendiri. Lalu seperti apa ragam kehidupan muslim di Ecuador?

Mayoritas muslim bermukim di ibu kota Ekuador, Quito. Tercatat ada 2000 muslim yang ada di Quito.

Quito terletak di sebuah lembah, dikelilingi pegunungan Andes. Ketinggiannya yang hampir mencapai 3000 meter di atas permukaan laut, menjadikan ibu kota tertinggi kedua di dunia setelah La Paz di Bolivia.

Warga Ekuador baru mengenal Islam lebih dekat pada era 80-an. Ketika banyak kaum intelektual, yang menimba ilmu di Eropa dan Amerika Serikat. Dan seiring waktu, makin banyak generasi baru yang merantau ke berbagai penjuru dunia dan bersentuhan dengan Islam.

Stefania Escobar adalah satu wanita Ekuador yang baru memeluk Islam. Stefania baru dua bulan lalu mengucapkan dua kalimat syahadat.

"Saya melakukan perjalanan ke Australia untuk bekerja dan di sana saya bertemu teman muslim. Mulai berbicara dan kami memiliki konsep yang sama. Dan mulai memiliki hubungan dengan Islam saya jatuh dengan agama ini dan alhamdulillah saya bersyahadat," ungkapnya.

Dua tahun Stefania tinggal di Australia, selama itu pula dia terus belajar. Bahkan mulai menerapkan ajaran Islam seperti puasa.

Setelah kembali ke Ekuador dan menjalani kehidupan lamanya, Stefania merasakan ada yang hilang dalam hidupnya. Saat itulah dia mulai datang ke masjid, dan akhirnya memantapkan hatinya untuk mengucap syahadat.

"Sangat senang. Anda tahu ini adalah jalan yang harus diikuti. Dan itu tidak mudah," imbuhnya.

Meski begitu, tidak mudah bagi Stefania untuk berbagi cerita membahagiakan ini bersama keluarganya yang non muslim. Apa respons keluarganya ketika tahu dirinya memeluk Islam?

"Aku melakukannya dengan sangat lembut. Sama seperti percakapan biasa dan mulai memberi mereka tentang buku dan video tentang muslim. Ibuku baik-baik saja, ia menghormati," jelasnya.

Meski keluarga dan lingkungan tidak mendukung, namun tidak menyurutkan niat Stefania untuk mengenakan hijab. Dia mengaku hanya butuh waktu sebulan untuk benar-benar mantap berhijab.

"Awalnya cukup berat, terutama menghadapi masyarakat dan lingkungan pekerjaan. Penting bagi Anda untuk bisa bersikap baik kepada setiap orang dan kehidupan sekitar. Sempat mengalami kesulitan dalam pekerjaan, namun akhirnya mereka lebih menghormati," ungkapnya.

Stefania mengaku awalnya kesulitan beradaptasi. Bahkan teman-temannya sempat menjauhinya. Namun akhirnya Stefania mendapat teman sejati.

"Awal aneh bagi mereka. Persahabatan masih ada. Mereka masih menghormati. Beberapa teman menjauh, tapi tidak apa-apa. Saya dapat menemukan teman sejati," tuturnya.

Kini, Stefania merasa hidupnya penuh berkah. Hidupnya lebih menyenangkan, damai dan nyaman.

"Ini adalah perjalanan yang indah. Aku harus melakukan perjalanan ke bagian lain dari dunia untuk menemukan diri kita," katanya.

Sebuah perjalanan yang sangat bermakna bagi Stefania. Tidak hanya membuka mata akan dunia, tapi juga menemukan makna spiritual di belahan bumi yang berbeda.
Stefania dan Ibundanya/ Tim Jazirah Islam Trans 7

Ibunda Stefania, Shiomara mengaku sudah ikhlas menerima keputusan anaknya menjadi seorang muslimah. Shiomara merasa bahagia jika anaknya juga bahagia.

"Sejujurnya saya shock. Tapi jika Stefy bahagia, sayapun bahagia," kata Shiomara.

Alhamdulillah, hubungan Stefania dan ibunya senantiasa harmonis. Perbedaan agama tidak membuat jurang pemisah, justru semakin menegaskan bahwa kasih ibu dan anak tidak bisa dipisahkan oleh apapun.

Stefania kini bebas dan leluasa beribadah di rumah. Tidak hanya lima waktu, seringkali Stefania menjalankan salat sunah istikharah. Terlebih ketika dirinya merasa gundah. Dia juga tidak pernah alpa memanjatkan doa agar tetap kuat menjalani perintah Allah SWT dan semakin dimantapkan hatinya dengan pilihannya.

Berkumpul dengan Teman-teman Muslimah

Jumat menjadi hari yang ditunggu oleh Stefania. Dia selalu meluangkan waktunya untuk datang ke masjid.

Selain untuk Salat Jumat, Stefania juga bisa bertemu teman-teman muslimah lainnya. Tempat berbagi cerita dan menuangkan keluh kesah ketika ada hal yang mengganjal hatinya.

Selepas Salat Jumat berjamaah, Stefania dan muslimah lainnya biasa menghabiskan waktu bersama-sama. Di antaranya mereka makan bersama di sebuah rumah makan halal satu-satunya di Quito.

Rumah makan halal ini didirikan setahun lalu oleh Monica dan suaminya Nabil asal Mesir. Tidak sekedar menyajikan makanan halal, di tempat ini sesama muslim bisa nyaman berinteraksi di dalamnya.
Suasana di Rumah Makan Halal/ Tim Jazirah Islam Trans 7

Rumah makan ini juga mempersilakan siapa saja yang hendak beribadah dan dapat disulap menjadi tempat salat.

Rumah makan ini tidak hanya didatangi oleh muslim, tapi juga warga non muslim. Mereka menyukai menu dan rasa yang ditawarkan. Beberapa di antaranya bahkan sudah menjadi pelanggan tetap.







Kisah selengkapnya saksikan di Jazirah Islam, tayang setiap hari pukul 04.45 WIB di Trans7. (ega/ega)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads