Menurut Novanto, program 100 hari kerja menjadi pedoman untuk melihat kinerja pengurus baru Golkar. Jika tak mampu bekerja dengan baik, maka pengurus baru tersebut bisa saja terdepak dari posisinya.
"100 Hari kerja kalau dia gagal lakukan pekerjaan secara baik, makanya tadi disampaikan sekjen ada pakta integritas. Ada risiko, bahwa kalau tidak bekerja secara baik, hanya cantumkan nama, ada konsekuensinya," ujar Novanto.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Misal keaktifan mereka di kepengurusan. Karena ini 100 hari sangat krusial, harus aktif. Kedua, nggak bisa lagi para anggota saling menyalahkan dalam menyampaikan sesuatu yang tidak ada koordinasi dengan pengurus pusat," jelasnya.
"Jadi kritik boleh saja asal konstruktif. Nggak bisa lagi menyalahkan satu sama lain. Dan saling beri pernyataan saling menyalahkan," lanjut Novanto.
DPP Golkar akan segera menyetor kepengurusan untuk mencari legalitas dari Kemenkum HAM. Namun selama belum didaftarkan ke Kemenkum HAM, nama-nama yang sudah diumumkan, kata Novanto, masih bisa diutak-atik.
"Iya sepanjang itu, masih bisa berubah. (Daftar ke Kemenkum HAM) dalam waktu dekat," ujar dia.
Kemungkinan perubahan itu karena adanya jabatan di pengurus partai yang bekerja di pemerintahan. Seperti Luhut B Pandjaitan dan Nusron Wahid.
"Kita lihat semua itu ada asas aturan, kalau aturan pemerintah memberikan izin, kita ikuti," terang Novanto.
Hal senada juga disampaikan oleh Ketua Harian Partai Golkar Nurdin Halid. Nurdin mengatakan pihaknya masih bisa melakukan revisi.
"Misalkan kalau tidak bisa bekerja. Bisa saja karena kejadian luar biasa, seperti proses hukum, meninggal dunia, mengundurkan diri," ungkap Nurdin di lokasi yang sama.
Soal evaluasi pengurus, Nurdin menyatakan itu dilakukan dalam waktu enam bulan. DPP Golkar belum merilis secara tertulis 247 nama-nama pengurus barunya.
"Masih ada yang perlu diperbaiki. Tapi kalau kinerja, enam bulan ke depan kami evaluasi," tutup Nurdin. (ear/tor)